Nusa Penida Masih Menyimpan Keanekaragaman Warisan Budaya (part 1)



Nusa Penida merupakan salah satu gugusan pulau yang terletak disebelah tenggara Bali yang terpisah selat Badung. Secara administrasi wilayah Nusa Penida masuk Kabupaten Klungkung. Potensi Nusa Penida sangat luar biasa, baik alamnya maupun budaya. Selama ini Nusa Penida terkenal akan tari baris jangkang pelilit dan makanan khasnya yakni ledok. Namun masih banyak warisan budaya yang dimiliki Nusa Penida belum dikenal. Berikut ini warisan budaya khas Nusa Penida antara lain :


11.   Tari Baris Pati Desa Ped
Ped, merupakan Desa pesisir yang kental dengan ritual, yang biasa dilaksanakan oleh masyarakat ped, hal ini di buktikan dengan setiap pelaksanaan upacara keagamaan selalu di ikuti dengan janur gebongan dan tari sakral Baris Pati. Di samping itu Kegiatan Keagamaan ini didukung oleh kreatifitas para perempuan untuk brkreasi dan berimpropisasi dalam sebuah gamelan baleganjur.
          Pada jaman dahulu, pelaksanaan upacara panca yadnya di desa kami, sering mendapat gangguan sekala maupun niskala, atas dasar pertimbangan tersebut, maka sesepuh kami mempelajari tari sakral yang beranggotakan 9 orang dengan di pimpin 2 komandan, masing-masing prajurit bertugas menjaga keamanan prosesi yadnya  sesuai arah penjuru mata angin, selain memiliki kemampuan olah kanuragan, dan mahir memainkan tombak, setiap prajurit di bekali kemampuan ilmu magic, untuk menangkal energi negatif, atau penolak Bala.
          Transpirasi dari pasukan agung tersebut, maka di pentaskan tari sakral yang di beri nama  TARI BARIS PATI. Yang biasa ditarikan saat puncak acara yadnya besar. Terutama upacara Pitra yadnya dan Dewa yadnya dengan gerakan tarian sedemikian rupa. Yang menggambarkan 2 komandan mamariksa kesepian prajurit dan diakhiri dengan latihan adu ketangkasan 2 komandan yang di kelilingi oleh prajurit pada saat beradu ketangkasan. Para undangan dan hadirin inilah dia tari wali Desa Pakraman Biaung TARI BARIS PATI.

   2. Sang Hyang Jaran Desa Jungutbatu

 Tari Klasik Sang Hyang Jaran adalah peninggalan dari :
Ida Pedanda Gde Punia dari geria Bangli, yang pada jaman dahulu diselong (dibuang ) ke Nusa Desa Jungut Batu) oleh Raja Bangli yang berkuasa.
Pada saat itu yang jadi Jero Mekel (Perbekel) : Ialah : I Nyoman Jungut, dengan Wakilnya I Wayan Batu, yang pada akhirnya Desa yang dipimpinnya benama Desa Jungut Batu, Setelah memisahkan diri dari Desa Lembongan. Pada waktu dibuang ke Desa Jungut Batu terjadi pada Tahun : 1894 ( tercantum dalam Lontar).
          Bertahun-tahun Ida Pedanda Gede Punia tinggal dirumah Perbekel I Nyoman Jungut ( 6 th), yang pada akhirnya keLebu (ditenggelamkan hidup-hidup), diatas perintah Raja Bangli, dengan diberi pemberat pasir 1 karung, Ida Pedanda kelebu Suami-Istri, Sedangkan Putra-putranya tidak diikutkan. Pesan beliau kepada I Nyoman Jungut selaku Perbekel dan Tuan rumah, agar Tari Sakral Sang Hyang Jaran Jangan sampai dilupakan/punah.
- Sang Hyang Jaran terdiri dari 2 Kuda, merah dan putih.
Yang merah bernama : Nala Sanda.
Yang Putih bernama  : Once Srawa.

- Kuda Putih Once Srawa sejatinya adalah tungangan (kendaraan) dari Dewa Ciwa.
- Yang menarikan Sang Hyang Jaran adalah orang yang kesurupan (trance), terdiri dari beberapa Phase :
I. Phase Ngukup (membuat Trance).
II. Phase menunggang kuda.
III. Phase Ninjak Geni (melabrak api)
IV. Phase mesolah (menari dengan gambelan)
V. Phase ngingetang (pengembalian kesadaran)

- Diceritakan : Dewa Ciwa menyuruh pepatihnya mencari air suci ke sorga, dengan menunggang kuda putih Once Srawa. Setelah lama mencari, tapi air Suci tak kunjung didapat, akhirnya didalam perjalanan, Kuda Putih Once Srawa yang ditunggangi melihat api unggun yang dibuat oleh seorang bocah kurus, lalu Api itu ditabrak oleh kuda putih Once Srawa, Sehingga api itu tercerai berai.

     3. Tari Rudat Desa Kampung Toyapakeh

          Konsep tari rudat berasal dari timur tengah dan ikut berperan serta dalam proses penyebaran agama islam pada abad ke 15 di bali dan lombok yang mana digunakan sebagai alat dakwah agama islam
Tari rudat ditarikan sambil bernyanyi yang melodi dan iramanya melayu, syairnya ada yang berbahasa arab maupun Indonesia, tari rudat diiringi sejumlah alat music seperti gidor dan seperangkat alat music rebana, gerak tari rudat merupakan gerak seni bela diri pencak silat yang mengambarkan sikap waspada dan sikap siaga prajurit islam tempo dulu.

Rudat merupakan jenis tari wali yang sacral yang hanya dipentaskan dalam upacara upacara keagamaan dan pada jaman dahulu digunakan untuk tari penyambutan para prajurit yang baru pulang dari perang, namun seiring perkembangan jaman tari rudat kontemporer  pun muncul dengan beranggotakan40 orang atau lebih yang dipimpin oleh 2 orang panglima yang bersenjatakan pedang dengan berseragam tentara islam dan dipergunakan untuk acara penyambutan para tamu penting pemerintahan maupun acara  pernikahan dan sunatan.

          Asal muasal rudat desa toyapakeh pun tidak jauh dari alkulturasi budaya yang di bawa langsung dari kampung Sindu Sidemen, Karangasem, yang mana lagu-lagunya diciptakan oleh Tuan Guru Nurudin dan gerakannya di ciptakan oleh Tuan Guru Umar pada jaman Pemerintahan belanda, ketika beliau meninggal maka diteruskan oleh cucu mereka yang bernama tuan Guru Muhamad dan Tuan Guru Sua’ib dan akhirnya berkembang ke Desa Toya Pakeh yang diteruskan oleh bapak Abdul Kadir dan Bapak Abdul Sanaf dan para sahabat lainnya seperti bapak haji Ali.

Sehingga sampai sekarang rudat masih terjaga keberlangsungannya di Desa Toyapakeh dan setiap rudat di daerah lain memiliki keunikan dan perbedaan yang menambah nilai budaya setiap tempat dan kampung di Bali.
Oleh : Santana Ja Dewa 




















Share on Google Plus

wak laba

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments:

Post a Comment

http://waklaba.blogspot.com/. Powered by Blogger.