Nusa Penida Masih Menyimpan Keanekaragaman Warisan Budaya (part 2)






Nusa Penida merupakan salah satu gugusan pulau yang terletak disebelah tenggara Bali yang terpisah selat Badung. Secara administrasi wilayah Nusa Penida masuk Kabupaten Klungkung. Potensi Nusa Penida sangat luar biasa, baik alamnya maupun budaya. Selama ini Nusa Penida terkenal akan tari baris jangkang pelilit dan makanan khasnya yakni ledok. Namun masih banyak warisan budaya yang dimiliki Nusa Penida belum dikenal. Berikut ini warisan budaya khas Nusa Penida antara lain :

1.   Tari Gandrung Bungunurip Desa Batukandik

          Tari Gandrung Bangunurip berkaitan erat dengan sejarah adanya Banjar Bangunurip. Pada jaman dulu di sebelah tenggara pulau Nusa Penida terdapatlah sekelompok orang yang mendiami wilayah tersebut. Mereka bisa menjalani rutinitas sebagai petani. Pada musim penghujan mereka bercocok tanam, ada yang menanam ketela,ubi, Semangka dan tanaman yang lain. Setelah beberapa bulan tanaman mereka tumbuh subur dan berbuah lebat. Suatu hari salah seorang dari mereka melihat buah semangkanya banyak yang hilang dan rusak. Petani itu marah siapa gerangan yang mengambil dan merusak buah semangka saya. Keesokan harinya dia berjaga dan sembunyi di kebunnya untuk melihat siapa yang mengambil dan merusak buah semangkanya, tak lama berselang datanglah seekor burung raksasa yang sangat besar hinggap di kebun petani itu, dan memakan buah semangka miliknya. Kemudian petani itu pulang untuk mengambil tali (benang), karena dia penasaran kemana buah semangkanya dibawa oleh burung itu, kemudian dia mengikatkan dirinya pada ‘’tegil’’ ( tanduk kaki burung) brung raksasa itu. Setelah kenyang burung itu pun terbang bersama petani kearah selatan hingga tiba disebuah telaga. Burung itu pun turun minum segera petani itu melepas tali ikatan pada kaki burung itu dan ikut meminum air telaga itu sekalian untuk dibawa dalam perjalanan nanti dengan mengunakan tempat seadanya yaitu “papuhan” (tempat kapur sirih).
          Keesokan harinya burung itu lagi terbang mendatangi kebun yang berisi buah semangka milik petani itu. Petani itu segera mengikat dirinya pada kaki burung itu, tibalah dikebun semangka. Petani melepaskan ikatannya dan bergegas [ulang, dalam perjalanan pulang dia haus dan akan meminum air telaga yang diambilnya ketika dia membuka tutup papuhan, airnya sedikit tumpah dan mengenai batang kayu yang mati didekatnya, tiba-tiba batang kayu itu tumbuh kembali, petani itupun heran dan segera membawa air itu pulang. Suatu hari ada warga yang sakit kemudian dia mencoba memperciki dengan air tersebut orang itupun lekas sembuh. Berita itu tersebar luas  sehingga banyak orang sakit berdatangan untuk meminta pertolongan dari petani tersebut, hingga berita itu sampai pada raja Klungkung. Tempat  petani itu dikenal dengan nama Banyu Urip. Sang raja memanggil petani untuk menghadap kekerajaan Klungkung dengan membawa air tersebut (Banyu Urip) kemudian banyu urip itupun diambil oleh sang raja. Setibanya di Banyu Urip petani itu menyampaikan kepada anak-anaknya bahwa air tersebut telah diambil oleh sang raja, supaya pengobatan yang dilakukan oleh petani itu kemudian dia membangun kesenian berupa tari yang disebut Tari Gandrung. Tari Gandrung di tarikan oleh dua orang anak laki-laki yang belum menginjak dewasa dan seorang “Banyol” (pelawak) sebagai penari, selesai menari si penari gandrung ini mengunyah daun sirih, buah pinang, kapur sirih dan gambir. Kemudian air kunyahan itu akan di oleskan pada orang yang sakit oleh “banyol” (lawak) dengan sarana upakara pras pejati lengkap dengan canang pitulikuran. Air sirih itu sebagai ganti dari Banyu Urip yang telah diambil sang raja dan itu telah dibuktikan berkali-kali oleh masyarakat yang sakit di Desa Batukandik pada khususnya dan Nusa Penida pada umumnya.Sejak saat itu Banjar Banyu Urip di kenal dengan Bangunurip sampai dengan sekarang. Setelah meninggal penemu ini di kubur di pura Geria Banjar Adat Bangunurip, Desa Pekraman Batuykandik, dengan nama Ida Pandita Empu Dharma Sujati, karna semasa hidupnya beliau sudah di sucikan (medwi jati/mediksa).
                             
2.   Tari Baris Pati Pulaga Desa Kutampi
Diceritakan di suatu tempat di Desa Kutampi tepatnya di Banjar Pulaga atau yang lebih dikenal Banjar Pulaga. Akibat para migrant yang datang dari berbagi klen atau pasemetonan sehingga sering terjadi perpecahan yang menimbulkan percekcokan.  Hingga pada suatu ketika salah seorang tetua mendapat pawisik agar mendirikan tempat pemersatu atau tempat perkumpulan yang sekaligus sebagai tempat persembahyangan bersama. Tempat yang tepat adalah di tempat pohon pule besar dikelilingi Sembilan bamboo serta dua bongkahan batu yang mirip altar.
Agar seluruh warga mendapat keselamatan tidak terkena wabah penyakit atau pastu keramat maka sebagai gantinya diadakan persembahan tari songo bamboo atau tari Sembilan bambu. Tari ini sering disebut tari bari pati pulaga. Tari ini merupakan tari pengganti laskas Sembilan, bambu yang mengelilingi pohon pule besar. Lascar ini dipimpin oleh dua pemimpin yang disebut kadean sebagau simbul dua bongkah batu altar atau batu tempat persembahan untuk memohon keselamatan. Tari baris pati pulaga menggambarkan latihan perang agar mampu menghadapi lawan sebagai bentuk perlawanan terhadap keajahatan.

3.   Permainan  Tradisional "METULUD" di Desa Kumpi Kaler

Metulud adalah salah satu permainan tradisional yang mempergunakan bambu sebagai alat permainan. Dengan ukuran tertentu sebagai alat mengadu kekuatan untuk saling mendorong antara regu yang satu dengan regu lainya.  Permainan metulud cara bermainnya bertolak belakang dengan tarik tambang, dimana tarik tambang saling tarik sedangkan metulud kedua regu saling mendorong sekuat tenaga untuk meraih kemenangan.

Metulud berasal dari kata tulud yang artinya dorong, jadi permainan tradisional metulud ini saling dorong satu regu dengan regu lainya. Metulud dimainkan secara beregu, baik putra maupun putrid. Jumlah angggota regu sebanyak 7 orang yang terdiri dari 5 pemain dan dua cadangan. Hampir sama dengan permainan tradisional lainya, metulud mengalami pergeseran digempur globalisasi. Jarang ada warga atau anak-anak yang mau bermain tradisional.

Permainan tradisional metulud  ini dilakukan di arena berumput dan memiliki permukaan yang datar/rata. Area metulud  merupakan area petak persegi panjang yang mempunyai ukuran 2 meter X 18 meter. Garis tengah dibuat untuk membagi dua lapangan dengan sama panjang. Area serang dibatasi oleh garis pembatas  dengan jarak 2,5 meter dari garis tengah. Garis serang ini merupakan garis batas kaki pemain paling depan. Seluruh garis pembatas lapangan sebaiknya dibuat dari kapur saja.

Peserta dinyatakan sebagai pemenang, apabila salah satu regu dapat mengalahkan regu lain dengan score 2 – 0 atau 2 – 1 (kalau terjadi seri). Interval antara dorongan pertama dan kedua adalah 3 menit, dan apbila terjadidraw (seri) diberi waktu 5 menit. Apabila terjadi pelanggaran, 3 orang pemain keluar dari garis samping, secara otomatis regu tersebut dinyatakan kalah.

Bambu yang dipergunakan dalam permainan olahraga tradisional ini adalah menggunakan bambu yang mempunyai ketebalan dan kekuatan yang dipersyaratkan. Tidak diperkenankan menggunakan bamboo dengan diameter yang terlalu kecil dan mudah patah, karena dapat membahayakan seluruh pemain. Bambu yang dipergunakan minimal berdiameter 12 cm – 18 cm dengan ukuran panjang 5 m – 8 m.

Persyaratan Permainan Tradisional  Metulud
Persyaratan permainan ini dipakai saat pelaksanaan Invitasi Olahraga Tradisional Se Jawa Timur tahun 2012 di Kabupaten Jember, adalah sebagai berikut :
1.   Satu regu terdiri dari 5 orang pemain ditambah 2 pemain cadangan;
2.  Jarak garis kemenangan yaitu 2, 5 m. Team yang berhasil mendorong   melampaui garis dinyatakan sebagai pemenang;
3.  Pemain dinyatakan sebagai pemenang jika 2 kali memenangkan pertandingan, apabila punya nilai sama (draw) diulang dengan istirahat 5 menit;
 4. Team yang keluar dari batas lintasan di diskualifikasi;
5.  Team yang memutar bambu di diskualifikasi;
6  Jika kedua team sama – sama keluar dari garis batas, maka pertandingan diulang.
Oleh : Santana Ja Dewa






Share on Google Plus

wak laba

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments:

Post a Comment

http://waklaba.blogspot.com/. Powered by Blogger.