Jangan pungkungi laut begitu petikan yang dilontarkan Presiden Joko Widodo. Jika diperhatikan masyarakat Nusa Penida memiliki tradisi pelestarian laut yang dilaksanakan saat purnama sasih kapat penanggalan Bali. Saat sinar rembulan menerangi gelap malam suasana laut terasa adem dan tenang. Hening, sepi tidak ada sama sekali kegiatan melaut. Semua kegiatan terhenti sejenak selam sehari. Tradisi adiluhung meruwat laut " nyepi segara ". Berbeda nyepi pada umumnya di Bali, masyarakat Nusa Penida memberikan penghormatan pada Sang penguasa laut.
Kearifan lokal mejunjung tinggi nilai kelestarian laut yang telah menghidupi segenap masyarakat. Jika diperhatikan tujuan filosofi Nyepi Segara tetap mengandung arti dan makna relevan dengan tuntutan masa kini dan masa akan datang. Upacara ngusaba sehari sebelum nyepi segara wujud titik fokus melestarikan semesta laut demi kelangsungan dan tuntutan hidup masa kini dan mendatang.
Pekelem (ruwatan laut) mempunyai arti yang mendalam dan makna yang terkandung dalam rahim samudra untuk memberikan motivasi umat sedharma secara ritual dan spitual senantiasa laut menjadi sumber kehidupan. Kaleodoskop setahun menikmati gemercik kehidupan bersumber dari laut sebagai wujud syukur telah diberikan. Menghaturkan persembahan kepada penguasa laut keberlangsungan, berikut menurunkan sifat serakah secara personal. Tanpa sadar terkadang manusia serakah mengeruk seisi laut menyampingkan dampak yang ditimbulkan. Ketika penguasa laut marah disana manusia saling tunjuk sana sini, serang-menyerang menyalahkan. Sebetulnya laut sayang pada manusia tapi kelembutan layaknya seorang ibu kepada anak bila kurang ajar dijamin amarah memuncak.
Sebagaimana kita ketahui, manusia selalu mengambil sumber laut untuk mempertahankan hidupnya. Perbuatan mengambil akan mengendap dalam jiwa atau dalam karma wasana. Perbuatan mengambil perlu dimbangi dengan perbuatan memberi, yaitu berupa persembahan dengan tulus ikhlas. Mengambil dan memberi perlu selalu dilakukan agar karma wasana dalam jiwa menjadi seimbang. Ini berarti nyepi segara bermakna memotivasi ke-seimbangan jiwa. Kearifan lokal tampak perlu ditanamkan dalam lubuk hati paling dalam setiap insan merayakan nyepi segara. Merayakan nyepi segara menyimak, meresapi dan menepi jiwa nilai kesadaran dan toleransi keseimbangan alam menuju keharmonisasi laut sebagai daerah pesisir. Umat manusia di dunia zaman kekinian perbedaan adalah seperti berenang di lautan. Cara pandang berbeda mengenai pelestarian laut akan selalu positif apabila manusia dapat memberikan proporsi dengan akal dan budi yang sehat.
Segala bentuk aktifitas melaut terhenti selama sehari saat nyepi segara. Siklus laut sehari hening dari segenap aktifitas salah satu langkah nyata leluhur yang dilakukan sejak lama menurun kepada generasinya untuk penyelamatan, kebersihan serta pelestarian keberadaan laut. Sehingga masyarakat Nusa Penida menghentikan seluruh aktivitasnya dan memberikan kesempatan bagi laut untuk melakukan rehabilitasi. Konsep nyepi segara bentuk apresiasi pelestarian diharapkan menjadi acuan bagi daerah-daerah lain dalam upaya penyelamatan laut. Sebagai bentuk penghormatan kita kepada laut yang memberi penghidupan selama setahun dengan tidak mencemarinya dalam sehari dengan cara tidak mandi di laut,membunuh binatang laut,dan pencemaran lewat pelayaran boat dan yang lain di hari itu. (*)
Oleh ; Santana Ja Dewa
0 comments:
Post a Comment