Ni Made Tanjung (foto/sjd)
KLUNGKUNG, Tangan keriputnya tetap saja lihai mengoreskan
warna-warna dalam kanvas. Melukis adalah jalan hidup, lahir dan besar dari
lukisan wayang Kamasan. Sudah ratusan bahkan lebih hasil karya seorang sesepuh
I Made Tanjung (75), asal Banjar Sangging, Desa Kamasan, Klungkung.
Rasa cinta mengalahkan segalanya tetap menekuni profesinya
berkesenian. Hanya waktu yang bisa menghentikan langkah Tanjung. Sejak kecil
dirinya sudah dikenalkan seni lukis klasik,
lingkungan pelukis dan pusat kerajinan terbentuk dan mampu hidup dari seni itu
sendiri. Peran ganda sebagai seniman dan ibu rumah tangga dia lakoni mengalir
seindah karyanya.
" Saya tidak bisa lepas dari
seni lukis wayang Kamasan, karena dari sana bisa hidup, " tuturnya.
Bersama rekan sepuh lainya bercengkrama menghabiskan waktu berkesenian sampai
senja tiba.
Tanjung dalam benaknya
mudah-mudahan akan ada pewaris berikutnya melanjutkan kiprah berkesenian.
Gejolak emosi Tanjung tumpahkan dalam sebuah kanvas, pena-penak bergerak lembut
mengikuti irama hati.
Zaman sudah maju tetap pewarnaan
menggunakan bahan alami, tidak mengubah yang telah diwarikan. Pakem-pakem
lukisan mengambil cerita itiasa Ramayana dan Mahabrata, kendalan yang dihadapi
sekarang tukang sket mengandalkan sesepuh. Kelangkaan ini maestro lukis Wayang
Kamasan I Nyoman Mandra membentuk Sanggar menumbuhkan kembali minat anak-anak
muda tertarik senu lukis wayang Kamasan. (*)
0 comments:
Post a Comment