buku karya S. Dian Andryanto (fotto/sjd)
Bersyukur dengan kehidupan yang telah didapat hari ini untuk
hari esok. Sekitaran luar sana, masih banyak warga susah payah bertarung peluh
demi menghidupi keluarganya dirumah. Rasa syukur yang telah didapat terkadang
dikalahkan dengan keinginan. Rasa egolah membuat seseorang membutakan gelap
mata tidak memperhatikan sekitarnya berjuang, merajut asa, bertetesan peluh hanya
demi selembar uang.
Diluar kemampuan kita, mereka adalah manusia super melakukan
bertarung nyawa demi keberlanjutan hidup. Tapi, kadang orang menyampakan mereka
hanya bernampilan dekil atau ngenes aja melihat mereka. Padahal mereka lebih
simpati terhadap siapa saja yang empati terhadapnya. Semangat bagaikan api dan
lentara terus menyala menyinari walaupun sedikit redup. Hasil yang didapat
terbanding terbalik dengan tenaga yang dikucurkan. Tapi rasa syukurlah
mengalahkan segalanya. Kepasrahan jalan terakhir doa-doa harapan terus
dilakukan setiap petang tiba.
Bertarung dengan waktu pergolakan
hidup dimulai. Abstrak, warna-warni kehidupan terasa indah seperti pelangi.
Bersyukur telah diberi kekuatan energi melangkah lebih baik demi perjuangan.
Hidup patut disyukuri dan dirayakan dalam artian tidak berlebihan atau norak.
Rasa simpati, empati tumbuh saling mengisi satu sama lain sehingga harmoni
terwujud.(*)
0 comments:
Post a Comment