Pergolakan hidup kian abstrak. Keluhan menjalani hidup terucap
dari bibir tidak sengaja keluar mengalir. Entah karena lelah atau titik
kebuntuan telah dijalani, alam bawah sadar tergoncang menggoyang segala
mengalahkan akal sehat. Pelarian macam-macam mengalir ikut arus kekinian yang
tidak jelas sekedar dibilang keren. Padahal, tidak dimbangi dengan daya ungkit
ujungnya kelabakan, binggung, bimbang, gelisah sampai kualitas hidup terganggu.
Kualitas hidup semu berbanding
terbalik realitas yang terjadi mengedepankan ego. Keinginan menggusar semuanya
sampai titik terendah. Mengikuti arus kekinian menyerang berbagai aspek sosial
kehidupan filter puntidak kuat menyerap. Depresi virus paling terkuat sekarang,
melihat fenomena yang terjadi keseimbangan jauh dari harapan sebelumnyan.
Pikiran pengen lebih dari lain itu hanya sebatas angan-angan semata daya ungkit
dikalahkan yang namanya malu. Semangat luluh lanta, porak poranda menyisakan
puing-puing kegundahan dunia antah berantah.
Barang mahal " keseimbangan
" incaran pencarinya sampai pelosok-pelosok jauh dari kebisingan hiruk
pikuk dunia. Hening terhenti sejenak kelopak mata meredup perlahan melupakan
pergolakan menempel kuat dalam pikiran. Sulit pusatkan satu titik ego masih
saja jadi momok menakutkan.
" Gebuh " terlalu
sederhana diucapkan padahal cuap-cuap inilah menjadi pelipur lara saat
kejenuhan. Satu sisi gebuh banyak diartikan lain-lain bahkan dipandang
nyeleneh, ngaur atau sebutan yang lain. Berkumpul cuap-cuap sedikit bercandu
gurau "gebuh" melupakan jenuh arah gonjakan sedikitnya ada benarnya.
Meluruskan perspektif gebuh menemui jalan terang dibawah rembulan berselimut
dingin. Daya juang setidaknya perlu mendukung kekinian dan tidak terkikis,
bengong terpaku kemajuan tidak bisa terbendung. Singkatnya Gebulah Sesuai Isi
Kantong, meminjam tagline perupa I Putu Bonuz Sudiana.(*)
0 comments:
Post a Comment