Penulis ; I Gede Made Surya Darma
ISI Jogjakarta
ISI Jogjakarta
" Antara Spiritual, Berkesenian & Kehidupan Masa Kini "
Entah kenapa saya terganggu melihat figur patung figur orang
China dan Belanda di tempatkan di dalam gapura bekas dari kerajaan kelungkung
di Kerta Gosa.
Dari beberapa wujud atau gambaran figur itu, ada dua patung
figur orang China yang berusaha naik ke puncak candi, di atasnya ada patung
babi merebut puncak mahkota. Apa mungkin ini seperti pesan moral maupun suatu
ramalan dari masa depan Bali yang terjadi sekarang ini.
Hal ini seperti yang dipaparkan seniman seni lukis wayang
kamasan Bapak Nyoman Mandra, ada suatu kalimat yang menarik yang beliau
sampaikan ketika beliau ditugaskan melukis pada langit langit taman Gili kerta
Gosa tahun 1980, ketika beliau di suruh mencantumkan namanya di atas lukisanya,
beliau tidak mau mencantumkanya dengan alasan takut tulah sama leluhur, karena
di lukisan tersebut mengajarkan falsafah hidup dengan gambaran wayang dengan
cerita Mahabarata dan Ramayana. Usianya yang sudah sepuh, beliau masih
beranggapan belum pantas mencantumkan nama di lukisan, walaupun dunia sudah
mengakui kehebatan beliau di dalam berkarya seni lukis. Beliau merasa belum
menemukan guru sejati yaitu guru suwadiaya yakni Tuhan itu sendiri.
Berdasarkan paparan di atas akhirnya saya menafsirkan bahwa
seniman, undagi, sastrawan atau penulis lontar pada waktu itu tidak
mencantumkan namanya walaupun ada, sebagian lontar ada di tulis namanya tapi
kebanyakan tidak. Menurut saya kenapa demikian dikarenakan orang orang tersebut
adalah orang orang yang paham betul dengan ajaran agamanya yang tidak
menonjolkan keegoannya namun sudah bisa mengalahkan ego, dan akhirnya namapun
tidak penting di tuangkan di karya seni, yang di tonjolkan atau maksud dan
tujuan yang terpenting adalah ketika pesan moral itu sampai ke masyarakat dan
bisa membantu masyarakat hidup harmoni,itu adalah tujuan akhir dari karya seni
yang di buatnya. Tidak menunjukan diri kepada publik bahwasanya mereka orang
hebat para intelektual hebat dan akhirnya terbelenggu dengan ego pribadi, tidak
menuliskan namanya sudah dapat di baca mereka ini sudah bisa mengalahkan ego
pribadinya.
Berbeda dengan seniman dan sastrawan maupun para arsitek jaman
sekarang yang selalu mencantumkan namanya, karena perbedaan konsep kehidupan
jaman dulu dan sekarang.
Kembali pada figur patung China dan figur wajah para kompeni
atau tentara belanda yang bertopi yang terdapat pada candi bentar atau pemedal
agung di Kerta Gosa, apakah ini adalah pesan yang tersembunyi yang di wariskan
oleh para seniman atau para Undagi yang sudah bisa membaca situasi yang akan
terjadi pada masa yang akan datang, sesuai dengan simbol dari candi bentar di
Bali adalah simbul gunung, bisa jadi itu simbol bahwa kelak pulau Bali suatu
saat akan di kuasai oleh kaum kapitalis, maupun manusia rakus seperti simbul
babi yang ada di atas candi pemedalan agung tersebut dan hewan babi merupakan
simbul kerakusan, dan di atas Babi adalah simbul orang barat atau Bule
pencentus premason suatu klompok rahasia pengontrol dunia.
Dari bahasa simbul figur China yang berusaha keras menaiki ke
puncak menara kori pemedalan agung itu, sebagai simbul bagaimana gigihnya otang
china berjuang keras untuk menguasai dunia melalui ekonomi.
Yang paling mengherankan lagi setiap candi atau gapura maupun
pemedalan agaung biasanya di sini ada duara pala, sosok patung raksasa yang
membawa pentung. Namun, disini candi bentar tersebut duara palanya di ganti
dengan patung sosok tentara China dan belanda, apakah ini suatu isyarat, bahwa
Bali sudah di ramalkan ketika Bali sudah menjadi pariwisata, ekonomi Bali akan
di kontrol oleh kaum kapitalisme barat dan China. Bagaimana tanggapan saudara
saudara, mungkin bisa membantu saya memecahkan misteri tersebut.(*)
0 comments:
Post a Comment