I Dewa Gede Tamba (foto/dewarai)
BATUNUNGGUL, Pedalangan terlihat asing bagi seorang I Dewa Gede Tamba,
pasalnya dirinya adalah seorang seniman berbakat yang yang ditempa oleh sang semesta. Seni tradisi yang digeluti seputaran lukisan klasik, lukisan wayang. Tiada hari tanpa berkesenian karena roh kehidupanya, walaupun sekarang guratan didahi semakin kelihatan jelas. Raganya sepuh, jiwa tetap berkesenian.
Faktor usia tidak bisa berbuat banyak berkesenian toh, setiap perhelatan seni tradisi dirinya menyempatkan hadir. Dengan begitu, dia melepas kerinduan. Duduk dipinggir seksama melihat pergelaran yang ditampilkan. Dia bercerita awal mulanya berkecimpung dunia pedalangan.
" sebenarnya saya seorang pelukis tradisi secara otodidak, mengores kanvas masih seputaran kisah pewayangan seperti ramayana dan mahabrata, " tuturnya kakek 6 anak dan 8 cucu.
Anak perempuan sangat dibutuhkan bagi orang Bali, mengingat tugasnya dalam keseharian sangat berperan penting. Dewa Tamban sangat ingin memiliki anak seorang perempauan. Sampai dirinya berkaul, jika sewaktu nanti diberkahi seorang anak perempauan dia akan mempersembahkan sebuah garapan wayang.
Doa terus dikumandangkan hampir setiap hari, semesta pun mendengar doanya. Alhasil isntinya hamil , harapan muncul. Waktu yang ditunggu saat tiba lahirnya seorang anak yang dinantinya lahir. Senang bercampur haru, doa selama waktu itu telah dikabulkan. Anak paling bungcit diberi nama Desak Ketut Ningati, artinya keheningan dalam sebuah pikiran akan membuahkan hasil yang diharapkan.
Harapan dan mimpi seorang seniman telah dikabulkan, dirinya mulai belajar pedalangan. Seperangkat wayang dibuat sendiri berbahan kulit sapi, sambari belajar dalang dari rekan pedalangan sekitar tempat tinggalnya. Setelah merasa mampu dan siap, Dewa Tamba mengelar seni wayang menghibur masyarakat seklaian membayar kaul.
Secara bersamaan dua seni yang berbeda dia tekuni dengan tulus ikhlas. Sebuah pengabdian kepada masyarakat berkeliling ngedalang. Namun, berjalan waktu umur menjadi penghalang sudah bertahun-tahun seperangkat wayang ditidak pernah tampil. Mungkin seperangkat wayang menangis tesendu-sendu seperti anak tidak pernah diberikan kasih sayang orang tua. Dia mulai mendorong anaknya untuk melanjutkan pedalangan, spirit dan motivasi anak dikobarkan yang bernama I Dewa Gede Sukma. Dorongan orang tua disangupi anaknya hingga bersekolah pedalangan secara formal di ISI Denpasar. Setelah selesai menamatkan, anak pertama kali perfoemance seni wayang kebetulan panitia ngaben masal menagendakan anaknya tampil perdana dihadapan masyarakat Batununggul. (*)
Faktor usia tidak bisa berbuat banyak berkesenian toh, setiap perhelatan seni tradisi dirinya menyempatkan hadir. Dengan begitu, dia melepas kerinduan. Duduk dipinggir seksama melihat pergelaran yang ditampilkan. Dia bercerita awal mulanya berkecimpung dunia pedalangan.
" sebenarnya saya seorang pelukis tradisi secara otodidak, mengores kanvas masih seputaran kisah pewayangan seperti ramayana dan mahabrata, " tuturnya kakek 6 anak dan 8 cucu.
Anak perempuan sangat dibutuhkan bagi orang Bali, mengingat tugasnya dalam keseharian sangat berperan penting. Dewa Tamban sangat ingin memiliki anak seorang perempauan. Sampai dirinya berkaul, jika sewaktu nanti diberkahi seorang anak perempauan dia akan mempersembahkan sebuah garapan wayang.
Doa terus dikumandangkan hampir setiap hari, semesta pun mendengar doanya. Alhasil isntinya hamil , harapan muncul. Waktu yang ditunggu saat tiba lahirnya seorang anak yang dinantinya lahir. Senang bercampur haru, doa selama waktu itu telah dikabulkan. Anak paling bungcit diberi nama Desak Ketut Ningati, artinya keheningan dalam sebuah pikiran akan membuahkan hasil yang diharapkan.
Harapan dan mimpi seorang seniman telah dikabulkan, dirinya mulai belajar pedalangan. Seperangkat wayang dibuat sendiri berbahan kulit sapi, sambari belajar dalang dari rekan pedalangan sekitar tempat tinggalnya. Setelah merasa mampu dan siap, Dewa Tamba mengelar seni wayang menghibur masyarakat seklaian membayar kaul.
Secara bersamaan dua seni yang berbeda dia tekuni dengan tulus ikhlas. Sebuah pengabdian kepada masyarakat berkeliling ngedalang. Namun, berjalan waktu umur menjadi penghalang sudah bertahun-tahun seperangkat wayang ditidak pernah tampil. Mungkin seperangkat wayang menangis tesendu-sendu seperti anak tidak pernah diberikan kasih sayang orang tua. Dia mulai mendorong anaknya untuk melanjutkan pedalangan, spirit dan motivasi anak dikobarkan yang bernama I Dewa Gede Sukma. Dorongan orang tua disangupi anaknya hingga bersekolah pedalangan secara formal di ISI Denpasar. Setelah selesai menamatkan, anak pertama kali perfoemance seni wayang kebetulan panitia ngaben masal menagendakan anaknya tampil perdana dihadapan masyarakat Batununggul. (*)
0 comments:
Post a Comment