Pengabdian Diri Perupa Berkesenian Pada Masyarakat


Mendengar namanya saja sudah terbelesit seni tradisi, budaya dan agama telah bersenggama ditengah-tengah masyarakat, Bali salah satu provinsi di Indonesia kental dengan keberagaman seni. Ngaben atau pelebon merupakan rangkain upacara kremasi mayat atau petulangan menuju alam nirwana. Suka cita sambutan masyarakat setiap penyelenggaraan tidak ada raut wajah kesedihan, guratan semangat, sumringah larut dalam suasana. Peran perupa dalam hal ini sangat dibutuhkan, begitu peran mereka dinanti masyarakat yang menyelenggarakan. Bade dan lembu adalah media mereka mengexploitasi berkesenian. Medium selama ini yang mereka lakukan seperti biasa bergutat dengan kanvas, goresan mengolah imajinasi semaunya. Beda media tidaklah sulit, pakem-pakem seni tradisi lebih menonjol. Bagi perupa inilah waktu mengabdikan diri sepenuhnya pada masyarakat serta lelehurnya, kepuasan batin harga mati.

Hidup bermasyarakat, disitu ranah perupa beradaptasi tidak mengurung diri dalam kesunyian. Membaur, bercengkrama adalah pelipur lara menjalani dinamika kehidupan semakin abstrak. Dengan begitu kepekaan dalam diri perupa teruji, tidak sebatas ruang lingkup komunitas perupa. Menginplementasi seni mengajak masyarakat kembali mencintai seni tradisi yang sudah menjadi warisan leluhur. Sebagai perupa putra daerah sepertinya terpangkil dalam lubuk seni antara lain Dewa Merta Nusa, Dewa Gede Mujana, Dewa Ketut Yojana Mancring serta perupa muda lainnya, sebanyak 9 perupa ikut terlibat sebuah garapan seni tradisi. Komitmen, satu visi membangkitkan lagi seni tradisi yang terpenting bertarung melawan pengaruh globalisasi secara bersama-sama mendepankan kearifan lokal setempat. Memperdayakan olah pikir sepertinya pemeran bersama dengan satu medium dikerjakan riang gembira. Obrolanpun seputar seni tradisi lengkap dengan seni tiga dimensi seperti patung karang gajah, karang bucu serta instalasi seni tradisi.


Adat, Seni dan Budaya memang harus seimbang dan berjalan berkesinambungan antara satu dan yg lain terjadi Link and Mach. Jangan sampai terputus dipersimpangan jalan, perlu digaris bawahi salah satu upaya untuk mewujudkannya kita harus berani memberi kepercayaan terhadap Generasi muda mengembangkan serta menginplementasi dan exploitasi ranah seni tradisi yang sulit dipisahkan dengan agama ibarat sayur dengan garam. Saling melengkapi sulit terpisah karena telah terjadi senggama. Mengembankan dan melaksanakan adat, seni dan budaya tersebut, sebagai alih generasi mampu dan bisa mewujudkan Bali yang santih dan Jagadita selamanya, dengan mengedepankan konsep Tri Hita Karana ( tiga komponen yg memberikan Kebahagiaan ) parahyangan, pawongan serta Palemahan. Ketiga komponen tersebut harus disinergikan dan diharmoniskan sehingga pada akhirnya semua akan bisa merasakan kesempurnaan. Dalam Upacara ngabenpun tidak bisa terlepas dari tatanan konsep tersebut, karena sebagai pawongan disaat upacara ngaben tidsk bisa terlepas dari palemahan, tempat melaksanakan upacara ngaben setra/tunon juga ada dalam lingkup palemahan. Sebagai pawongan disaat ngaben pasti ngerastiti bakti terhadap leluhur. Dalam alih generasi para sesepuh tentunya kalangan perupa tentu tidak melepas begitu saja, tetap memberi perhatian dan dorongan moril terhadap perupa muda agar mereka siap melaksanakan mengabdikan diri pada masyarakat serta tanah kelahiran. (*)

Oleh ; Santana Ja Dewa

Share on Google Plus

wak laba

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments:

Post a Comment

http://waklaba.blogspot.com/. Powered by Blogger.