warga histeris kerauhan Ida bhatara meseolah (foto/SJD)
BATUNUNGGUL, Upacara ngadegang Banjar Pakraman Sampalan, Desa
Pakraman Dalem Setra Batununggul selama 11 hari Ida Bhatara nyejer " ngadeg"
kasineb, Minggu (17/1) malam.
Upacara penyineban ditutup Ida
Bhatara mesolah " Ngigel". Pelawatan tersebut personifikasi Ida
Bhatara Brahma dan Alit. Uniknya, pelawatan Ida Bhatara bertaring tunggal.
Biasanya bertaring empat.
Hal ini disampaikan Mangku I Dewa
Made Beneng Alit mengatakan pelawatan Ida Bhatara ini hanya taring tunggal.
Dari sisi bentuk memang beda, ditengah menonjol satu menandakan Sang Hyang
Tunggal. Merah memancarkan aura keberanian taksu Beliau. Pelawatan Ida Bhatara
perwujudan Bhatara Brahma.
Rangkian upacara ngadegang yang
berlangsung 11 hari nyejer, penyineban dilaksanakan hari ini," tutur
Mangku Beneng Alit.
Aci ngadegang, penyinebang Ida
Bhatara mesolah dengan mengambil cerita Bali Kuno. " Cerita ini salah satu
legenda masyarakat Bali masa lampau, dimana penguasa pada jaman tersebut
melaksanakan pemerintahan tidak menjalankan dharma. Penari melibatkan krama dan
sekaha teruna, persiapan sudah dilakukan latihan baik tabuh dan tari, kemarin
gladi bersih pementasan Ida Bhatara mesolah, " ujar Penata Tari I Dewa
Gede Ardha Kencana.
Mayadenawa diceritakan masa Bali
kuno, di kerajaan Singadmandawa ada raja yang menguasai bumi Bali yang bernama
Mayadenawa. Penguasa Bali ini dianugrah kesaktian mantra guna dari Bhatara
Brahma. Kesaktian melebihi kekuatan para Dewa mengakibatkan para Dewa di
kahyangan menjadi takut. Mayadenawa sudah melupakan kewajiban sebagai pemimpin
sewena-wena tidak menjalankan dharma.
Bhatara Indra kemudian mengutus
bala tentara yang dipimpin oleh Sri Kesari untuk melawan kezaliman Mayadenawa.
Pertempuran terjadi, adu kekuatan pihak Mahadenawa kalah. Dan akhirnya sampai
sekarang prajurit-prajurit kahyangan "Widyadara" diwujudkan dalam
tari sakral seperti Baris Gede,Baris Pati, atau pun Jangkang. Sementara
widyadari diwujudkan dalam Tari Rejang Dewa.
Pementasan pragmen tari yang
menceritakan legenda Bali, akhir cerita warga sebagain kerahuan hingga salah
dari mereka ngunying "ngurek".
Oleh ; Santana Ja Dewa
0 comments:
Post a Comment