pembukaan pameran "membumi"
Berbicara alam adalah
sesuatu hal yang seksi diexplorasi keindahannya baik dalam ranah berkesenian
maupun lainya. Alam adalah tema yang tiada habisnya digali dalam karya seni
rupa. Ada banyak cara yang dihadirkan seniman dalam merepresentasikan tema-tema
alam didalam karya mereka.
Ungkapan ungkapan
perupa atas fenomena yang terjadi di alam misalnya menjadi daya gugah untuk
menghadirkan karya karya dengan muatan kontekstual tertentu. Menilik karya –
karya I Wayan Suastama dan I Ketut Suasana (Kabul) terbaca adanya kecenderungan
pilihan berkarya untuk menghadirkan ungkapan ungkapan tentang alam dalam
pendekatan yang simbolik. Kedua perupa menggelar pameran yang bertajuk Membumi
yang dibuka 15 -29 Oktober mendatang di Restu Bumi Gallery, Ubud, Gianyar.
" keindahan
alamlah yang menjadi satu satunya hal yang hendak disampaikan pada cara
melukiskan alam. Kemudian cara berikutnya adalah dengan pendekatan yang
simbolik, alam dihadirkan bukan dalam realitas objektifnya melainkan diendapkan
dalam gagasan perupa lalu diterjemahkan dalam bahasa simbolik yang lebih
personal, " kata kurator I Made Susanta Dwitanaya saat pembukaan pemeran.
Kedua perupa dengan dua
kecenderungan visual yang berbeda ini dapat ditatutkan oleh satu tema yang sama
yakni soal alam yang muncul pada karya masing masing walaupun dalam lapisan
lapisan kompleksitas gagasan masing masing. Membumi adalah sebuah frame yang
membingkai kecenderungan berkarya kedua orang perupa ini yang menghadirkan tema
tema di seputar alam.
Figur figur perempuan
dalam karya Wayan Suastama menghadirkan nilai simbolik ihwal alam. Perempuan
adalah ibu pertiwi , perempuan adalah predana (energi feminism kreatif) mitra
dari purusha dalam silklus penciptaan , dalam kosmologi Bali. Dalam eksplorasi
visualnya akhir- akhir ini Suastama juga kerap menghadirkan garis garis ritmis
pada bagian latar belakang karya lukisanya yang menghadirkan figur figur
perempuan. Pada beberapa karya garis garis ritmis tersebut berkonotasi sebagai
hujan.
Membumi karya lukisan I Ketut Suasana " Kabul"
Wayan Suastama
berpandangan hujan adalah fenomena sehari hari yang kita temui terlebih di
Negara tropis seperti Indonesia. Namun pada lapis berikutnya hujan bisa
dimaknai lebih jauh bukan sekedar fenomena alam.
Ia mencoba menghadirkan
lapisan pemaknaan yang lebih dalam soal hujan sebagai sebuah cara alam dalam
menyeimbangkan siklus alam. Hujan identik pula dengan narasi soal kesuburan
sehingga dalam budaya tertentu hujan dimaknai sebagai berkah. Hujan menyuburkan
tanah tempat tersemainya tunas tunas baru, pohon kehidupan.
Sementra Kabul
menghadirkan karya karya lukis dengan menghadirkan eksplorasi garis yang
dominan. Garis garis dalam karya Kabul berirama dan berkonfigurasi
mengkontruksi berbagai bentuk seperti pohon, lebah dan lain sebagainya. Lebah
dan pohon adalah dua objek yang kerap muncul dalam karya karya Kabul.
Dua objek ini
mengandung muatan simbolik tertentu dalam pandangan Kabul, khususnya lebah yang
merupakan objek yang suntuk dieksplorasi oleh perupa muda ini. Lebah adalah
simbol dualitas yang selalu ada di alam semesta karena dalam tubuh lebah
terdapat zat yang bisa memproduksi madu sekaligus racun. Madu yang dihasilkan
lebah sangat berguna untuk kesehatan, tapi disatu sisi jika lebah merasa
terancam dan terusik ia bisa menyengat dan sengatan tersebut mengandung racun
yang bisa membuat korban yang disengatnya menjadi bengkak. Begitupun juga alam
disatu sisi alam sangat berbaik hati memberikan manusia dan mahkluk hidup
lainya naungan untuk melangsungkan siklus hidup, namun jika manusia sewenang
wenang terhadap alam maka alampun bisa murka dan bencanapun tak terhindarkan.*
0 comments:
Post a Comment