Saya pribadi bangga
memiliki bupati yang belakangan sangat viral di media sosial. Terlebih atas
pernyataannya, bahwa semeton bukanlah pengungsi tetapi utusan dari "Ida
Bhatara" untuk mengingatkan kita kembali laku orang Bali Kuno, yakni
menyama braya. Pernyataan yang mengandung nilai spirit yang tinggi, dan hasil
dari kristalisasi perenungan yang matang. Pernyataan yang membuat kita
tergugah, dan sedikit memiliki harapan bahwa masih ada pemimpin yang memiliki
jiwa spiritual mempuni dibalik krisis kepercayaan publik terhadap pemimpin.
Dan, Nyoman Suwirta
mampu merealisasikannya dalam tindakan nyata bagaimana penanganan bencana bagi
braya di karangasem dengan rapi dan tersistem. Ribuan braya medunungan (tinggal
sementara) di Klungkung adalah karunia. Sebab memberikan kesempatan pemimpin
dan warga Klungkung untuk melayani. Sebab melayani manusia sama dengan melayani
Ida Sesuhunan. Jelas ini adalah modal sosial yang harus dipertahankan dan
dimunculkan kepada dunia. Beginilah kultural orang Bali. Ketika tahun 1963
gunung Agung erupsi, Ida Betara Dalem Klungkung yang menyelamatkan ribuan braya
Karangasem, namun kini kita punya bupati murdaning jagat Klungkung.
Dalam perspektif saya,
Nyoman Suwirta telah membawa perubahan yang sangat baik bagi klungkung.
Perbaikan fisik diimbangi dengan pembenahan sistem birokrasi dan SDM telah
mengubah wajah Klungkung menjadi kota tenang, sejuk, damai dan bermartabat.
Sebuah kota tua yang menyiratkan "rasa cinta dan asamara",
sebagaimana tersirat dari kata klungkung dan semarapura. Untuk mewujudkan
klungkung yang demikian bukanlah perkara yang mudah. Atas dukungan warga
klungkung dan segenap unsur pemerintahan "astungkara" semoga
klungkung kembali berjaya menjadi pusat pola anutan sebagaimana ketika era
Dalem Waturenggong berkuasa.
Nampaknya Gunung Agung
dan Klungkung memiliki pertalian historis yang kuat. Klungkung akan berjaya
jika pemimpinnya bhakti kepda Hyang Giri Tohlangkir, Pura Goalawah dan Watu
Klotok. Sebuah konsep nyegara gunung yang mewakili teologis Siwa dan Budha.
Gunung atau linggachala adalah simbolisasai dari aspek Siwa yang tegas, berani
demi kebenaran, dharma dan nyegara (Watu Klotok/Goalawah) adalah simbolisasi
kabodhan mewakili aspek welas asih, cinta kepada sesama dan humanity. Klungkung
akan berjaya ketika pemimpin dan warganya mampu mewujudkan konsep ini dalam
tindakan, dan sepertinya sudah diwujudkan oleh Pak Nyoman Suwirta. Sekarang
tinggal warga Klungkung melanjutkannya dan memulai dari diri sendiri.
Oleh ; I Ketut Sandika
Dosen Kampus IHDN
(institut Hindu Dharma Negeri Denpasar
#rahayu
#banggapunyapakbupati
#dharmaningkesatriyamahotama
0 comments:
Post a Comment