Oleh ; I Ketut Sandika
Dosen IHDN
Pertentangan sering terjadi. Sebab masih ada
keberpihakan, dan penghakiman terhadap suatu hal. Sebagaimana sexs dan
spiritual sering dijadikan dikotomi. Sexs dipandang sebagai sesuatu yang tabu.
Sexs sesuatu yang kotor, dan bertentangan dengan prinsip spiritualitas. Bahkan
pensesatan terhadap perilaku sexs sering menjadi pilihan bagi mereka yang
bermaksud mencapai liberation (pembebasan/kelepasan). Sebuah pandangan umum dan
pemahaman banyak orang bahwa hanya dengan memutus perilaku seksualitas
sadhananya akan berhasil mencapai titik kulminasi spirit.
Pilihan mereka memutus sisi sexsualitas dalam dirinya
dalam pandangan tantra justru menegasikan sisi kealamiahan kita menjadi
manusia. Sama dengan memaksa mentimun yang masih muda lepas dari tangkainya.
Alih-alih kebanyakan dari mereka yang memutus kehidupan seksualitas dengan
sadhana ketat memiliki sisi kebuasan. Bahkan perilaku sexs yang menyimpang, dan
menjadi hipersexsualitas. Sebab, ia melakukan represi ( penahanan ) yang ketat
terhadap dorongan sexs dalam diri. Selayaknya menahan udara dari pompa angin
dengan balon, akhirnya meledak. Ledakan sesxsualitas, lebih berbahaya dari
ledakan emosi. Ia bisa mendorong manusia untuk melakukan suatu hal yang keji,
sebab sudah sekian lama ia terlaparkan dan harus dipuaskan.
Sexs adalah kebutuhan mendasar bagi kehidupan manusia.
Maslow pun dalam teori kebutuhannya menyatakan demikian. Sebelum Maslow, Tantra
sudah memberikan pandangan berbeda tentang sexs. Meskipun kontradiksi dengan
pandangan norma atau agama. Dalam Tantra, Sexs dapat dijadikan sadhana (disiplin
rohani) untuk seseorang dapat melakukan pelampuan akan keterikatan dari nafsu.
Banyak dari kita, telah menjadi munafik dan mengingkari atas kenikmatan sexs
sebagai sebuah jalan spiritual. Sehingga kehidupan kita menjadi penuh gejolak
dan diperbudak oleh nafsu, tekanan emosi, ketegangan, kecemasan dan sejenisnya.
Sexs menjadi sadhana yang justru kita dibawa pada
level kesadaran, bahwa hidup adalah sebuah peoses alamiah. Sexs pula dapat
menjadikan kita hidup dalam cinta, cinta dan cinta yang sesungguhnya. Tetapi,
sexs yang bagaimama? Sexs dengan "pensadaran" yang tinggi, yakni
melakukannya atas dasar kesadaran penuh. Menggunakan rasa terdalam dari batin
dan nurani. Tujuannya bukan sekadar nikmat, tetapi memutar kesadaran dalam
persetubuhan. Menyatukan dua sisi, tepatnya energi yang berbeda dalam arus
penyatuan. Perempuan adalah sosok yang mewakili energi feminim, penuh gejolak,
sangat pintar menyembunyikan nafsu, susah terpanaskan, sakti bhawa, keakuannya
yang mendalam, sisi kelembutan dan pemberkatannya jauh di "titik"
terdalam dari labirin keangkuhannya. Untuk mendapat kelembutan dan
pemberkatannya, segala keangkuhan, gejolak, nafsu harus diredakan. Meredaknnya,
tak akan bisa dengan kata-kata bijak, doktrin agama, apalagi uang dan kekayaan
material. Meredakannya dengan sexs semua akan somnya.
Laki-laki mewakili energi maskulin. Keangkuahaan,
egois, selalu ingin mendominasi, cepat panas, emosi yang bergejolak cepat,
susah menyembunyikan nafsu, terlalu mudah dipuaskan. Sisi terdalam dari kasih
sayang, bertanggung jawab, perlindungan, keperduliaan dan sikap bijaknya jauh
berada di dalam di ujung sikap pemalu (kemaluan nya). Sisi terdalamnya akan
tereskpresi, jika perempuan mampu memuaskannya dalam sanggama. Jadi, terdalam
dari jiwa manusia yang penuh kabaikan ada di balik selaput keangkuhan, agoisme,
emosi dst yang adalah maya atau mara. Jadi dengan penyatuan melalui
sanggama/sesxsualitas jiwa manusia akan terekspresi karena selaput maya telah
ditundukan. Betapa hal yang luar biasa terjadi, sisi terdalam dari manusia
menyemburat bersatu dalam persangamaan yang penuh kesadaran. Pengalaman
tersebut akan menjadi sadhana yang praktis untuk kita dapat memeluk keangkuhan,
kemarahan, dst...untuk hidup saling mengasihi dan love...love and love. Jika
ada pertanyaan bagaimana saya mengendalikan emosi, kemarahan, egois,
dst....jawabannya "lakukan sexs dengan kesadaran penuh".
#rahayu
0 comments:
Post a Comment