Sejak Dini Tertanam Jiwa Rantuan,Melatih Kemandirian, Pengembangan Cakrawala

Dewa Ayu Embas Saraswati

Merantau kedengaran sedikit mengggangu telinga, belum lagi membayangkan melepas embel-embel di rumah. Sebagain orang masih setengah hati menyambut, banyak faktor penyebab urung melakukan. Walalupun begitu, merantuan hal wajib dilakukan membangun jiwa-jiwa zona rumah penuh kenyaman dilepaskan. Memang diakuai keikhlasan ...dalam diri diiringi kemamuan yang kuat. Merantuan lebih mendepankan kemandirian, kedisiplinan serta membangun jaringan pertemanan. Selain itu, beradaptasi dengan lingkungan baru dimana daerah rantuan.

Nusa Penida daerah kepulauan hal yang biasa bagi warganya merantua baik menuntut ilmu maupun bekerja di luar daerah. Lingkungan membentuk karakter warganya kebal merantau. Sepertinya wajib. Rumah kedua yakni daerah rantuan sudah mengaggap seperti daerah sendiri. Dari sekolah sampai bekerja kemandirian ternaman sejak dini. Setengah warga Nusa Penida berada di luar pulau bahkan luar daerah Bali seperti Sumatra, Kalimantan dan daerah lainya. Mental Tahan banting menaklukan sebuah kata rantuan. Wawasan terbuka dan perluasan pertemanan efek dari rantuan, jika tidak merantuan tertanam sejak dini akan sulit melatih kemandirian. Egomoni kemandirian terbangun spirit berhembus dalam jiwa. Terbelenggu, terkekang pikiran yang menoton stagnan mencair bahkan luluh lantakan pikiran tidak baik tentang merantau.

Vibrasi spirit rantuan kecerdasan beradaptasi dengan lingkungan baru tidak lagi canggung dan ragu. Karanter inilah membantu seseorang ketika kelak sudah bekerja ataupun wirausaha. Terampil berbicara dan bersikap cepat tanggap dengan situasi seburuk dan sebaik mungkin cepat mencairkan suasana menjadi adem dan sumringah. Senyum ceria mengikuti alur situasi malah menambah riang gembira.

Dewa Ayu Embas Saraswati sejak sekolah menengah pertama memulai keluar dari daerah " merantau". Kegiatan bersekolah menyiapkan keperluan sedemian rupa dilakukan seorang diri. Ssbelumnya segala keperluan dibantu orang tua. Ketika terlepas dari rumah " zona kenyamanan" rontok dengan sendirinya. Mandiri. Dara kelahiran, Batununggul 19 Maret 1995 terbentuk lebih dini menjalani sebagai anak rantuan. Pertama, ia rasakan sedih maklum saja masih manusiawi ketika masih kecil sudah merantua. Tapi, kesedihan dan rindu rumah dibungkam semangat diri melakukan aktifitas dari bangun pagi hingga setelah pulang sekolah dilakukan.

Dara yang akrab disapa Embas bagi dirinya rantuan melahirkan kemadirian dan simpati terhadap lingkungan ia pijak. Dimana tanah dijunjung disana memulai adaptasi dengan lingkungan baru. Disamping kemandirian, perkembangan pergaluan juga efek dari merantau. Perluasan jaringan pertemanan dibarengi pemikiran terbuka terhadap siapapun termasuk orang baru. Namun, bagi dirinya tetap mengetaui lebih jauh teman yang diajak.

Mengenal karekter teman memudahan ngobrol. Kebiasaaan ini tidak menyulitkan dirinya banyak disukai temannya. Rasa empati dan simpati terhadap temen situasi apapun adalah tantangan menyulitkan kerengganan bersahabat." Mengukur sebagaimana saya mampu mandiri, bergaul dan berdaptasi dengan lingkungan baru. Tidaklah sulit. Tapi elektebilitas diri mutlak modal dalam bergaul, " kata alumnus Akademi Farmasi Saraswati Denpasar yang baru saja lulus sebulan lalu.

Melanjukan studinya Embas berencana di kota kembang Bandung. Kota itu menjadi pelabuhan mengejar ilmu mengingat bagi Embas tidak cukup merantuan daerah Denpasar saja, itu masih wilayah Bali. Hal yang tersulit tidak setiap saat bisa pulang kampung ke Nusa Penida.(*)

Share on Google Plus

wak laba

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments:

Post a Comment

http://waklaba.blogspot.com/. Powered by Blogger.