Nostalgia Permainan Sempat Jaya Kini Miris " Tembing "

mainan tradisional "tembing "(foto/dewadika)

Nostalgia kembali permaian era tahun 90-an. Permainan paling digemari pada eranya, anak-anak, muda bahkan yang tua berkumpul jadi satu. Syaratnya berlatar tanah permainan ini bisa dilakukan dengan menggunakan media uang kepeng. Tembing demikian nama permainan yang pernah jaya. Aturan permainan bila mana uang bidikan terkena dari jarak yang ditentukan dialah pemenangnya tentunnya syarat lainya seperti ada garis kotak tidak lewat persis ditengah.


Sumringah wajah-wajah pencinta setia permainan ini, tidak kenal usia maupun jenjang pendidikan asal jago membidik sasaran yang ditentukan dialah pemenangnya. Permainan ini mengajarkan kita fokus pada sebuah sasaran yang ditembak. Konsentrasi. Jangan melihat dari judinya tapi filsafat permaian yang lebih mengajarkan sikap legowo atau fairplay kepada pemenang maupun pihak kalah. Disamping itu kebersamaan dan kecerianlah yang dicari lupa akan pergolakan hidup yang menjejel diotak. Terasa lepas tanpa beban hanya senyum mengembang diantara pemain. Dusta tidak ada dalam kamus permainan ini yang jago membidik sasaran benar menang, terbuka. Pertama, sebelum permainan dimulai menentukan pelempar pertama siapa yang lebih mendekati lubang ditengah dialah yang pertama melempar.

Hasil yang didapat dari permainan ini tidak sekelas judi kawakan, melainkan mengisi waktu luang kecerian bersama. Namun disayangkan tergerus jaman permainan mulai tidak menarik lagi karena gedgetlah mengalahkan. Anak-anak enggan permaian ini lebih suka permainan yang ada di gedget. Emang diakui permainan semacam ini tidak kekinian, setidaknya yang pernah mengalami permainan ini lebih bahagia dan ceria "generasi gemilang ". Bukan permainan anak-anak semata selebihnya permainan univesal siapa saja boleh main. Filosofi adi luhung permainan ini lebih mendalam, kita diajarkan fokus membidik sasaran, peduli, simpati, empati terhadap sesama dan serta semesta kita pijak. Semesta mungkin rindu tidak lagi diajak bermain sudah dikalahkan dengan globalisasi, kalau bisa nangis mungkin semesta meneteskan air mata.

Santana Ja Dewa, Pondok Rawa, 19-6-2016

Share on Google Plus

wak laba

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments:

Post a Comment

http://waklaba.blogspot.com/. Powered by Blogger.