Oleh : I Ketut Sandika
Jawa selamanya akan berkuasa atas Bali. Sebab dari
masa Udayana, budaya Jawa telah memberikan pengaruh, bahkan dominasi yang kuat
terhadap Bali. Udayana terah Bali pun tak kuasa melawan dominasi Gunapriya
Dharmapatni yang secara genealogis memiliki trah Jawa. Hal itu bisa dilihat
dari Gelar raja Udayana, yakni Dharmodayana Warmadewa yang jelas-jelas
menunjukan dominasi "sakti" yang kuat.
Dominasi kultural pun terjadi dengan didatangkannya
Mpu Kuturan ke Bali dengan dalih penyatuan sekte. Konon beberapa sekte besar di
Bali mengalami pergesekan. Akhirnya, Mpu Kuturan berhasil melakukan sebuah misi
besar menyatukan sekte-sekte besar, kecuali Bhairawa Tantra. Meskipun
belakangan sekte ini diterima sebagai sebuah penghayatan dan dileburkan ke
dalam siddhanta siwa.
Hal ini aneh, sebab kepercayaan terbesar Bali Aga
adalah Bherawa Tantra. Ada apa ini sebenarnya? Apakah misi Mpu Kuturan murni
sebuah pembetulan tatanan keberagamaan atau sebaliknya menenggelamkan tradisi
ketantraan, khususnya Tantra Kiri (bherawa) dalam penghayatannya dengan menekankan
pada pemujaan trinitas (tri murti). Entahlah. Jika iya, maka prabu Dharmodayana
telah ditaklukan Jawa. Dan, Mpu Kuturanlah yang membawa paham neo hiduisme ke
Bali.
Berikutnya, saya terkagum dengan seorang raja trah
Bali asli. Tiada lain, Sri Astasura Ratnabumi Banten. Beliau adalah raja dengan
ideologi kebaliannya yang sangat kuat. Ajaran Bherawa Tantra mulai dibangkitkan
kembali. Raja yang tidak pernah mau tunduk sama siapapun, tidak terkecuali
Jawa. Baginya, Bali adalah negara yang berdaulat. Bali adalah bumi dimana
pemujaan Bherawa dengan darah adalah tradisi aslinya. Darah dipersembahkan,
seperti tumpukan bunga ratna yang berjejal dalam berkah kesuburan.
Beliau hebat dalam tapa. Sebab ajaran Tantra Heruka
Bherawa dikuasainya dengan baik. Sehingga rakyat beliau memberikan gelar Sri
Tapolung, penanda bahwa beliau mahir dalam tapa dan tirakat. Abdi beliau juga
bukan orang sembarangan. Salah satunya Kebo Iwa yang paling ditakuti oleh
negara lain. Patih sakti trah dari karang buncing. Beliau mahir segala bidang
ilmu. Berikutnya, Ki Pasung Gerigis, Ki Walung Singkal, Ki Tambyak, Ki Gudug
Basur, Ki Kopang, dan Ki Tunjung Tutur. Demikianlah deretan patih sakti yang
menjadi bawahan raja.
Dilihat dari nama patih, dapat dipastikan mereka
adalah para penganut Bherawa yang taat. Hingga akhirnya, ajaran ini tidak
dikehendaki untuk berkembang pesat. Maka, Gajah Mada pun sangat reaktif.
Berdalih misi palapa, ia menyerang Bali. Tujuanya jelas, menenggelamkan tradisi
Bherawa. Sebab Bali akan menjadi tandingan Majapahit sebagai negara digjaya.
Singkatnya, Bali ditaklukan meskipun trah Bali Mula Bali Aga tidak pernah
merasa ditaklukan. Meskipun dalam penaklukan itu, wacana kuasa digelar dalam
kelakar sang penguasa. Kebesaran raja Bali didekatkan dengan wacana nyeleneh
sosok Mayadanawa, yakni raja lalim tidak percaya pada dewa dan berupacara.
Padahal, hal ang demikian adalah cara Bherawa dalam mencapai kelepasan. Percaya
para Dewa dan berupacara adalah cara beragama luaran, dan Heruka harus melihat
ke dalam diri. Lepaskan semua keterikatan.
Menariknya bukan terletak pada penaklukan itu. Tetapi,
kemana beliau Sang Raja Sri Astasura Ratnabumi Banten?
0 comments:
Post a Comment