Oleh : I Ketut Sandika
"Terimakasih Asura, sebab keberadaan dari kaumMu para
Brahmana jadi terhormat. Atas keberadaan wangsamu pula, para resi dan para Dewa
mendapat kedudukan yang tinggi. Wangsamulah yang menjadikan Ramayana berhasil
ditulis Rsi Walimiki. Dari wangsamu pula Bima sebagai salah satu kesatria
Pandawa melahirkan keturunan yang gagah perkasa. Maka ijinkan saya yang bodoh
ini memuliakanMu, melebihi para dewa."
Manggala tulisan di atas sengaja saya tempatkan diawal sebagai
doa seru segala alam untuk memuliakan Asura. Sebab keberadaan kaum Asura selama
ini dipandang sebagai kaum termarjinalkan, jahat, dan beragam citra buruk
melekat padanya. Tetapi untuk kali ini saya melihat Asura sebagai
"wangsa" yang bermartabat dan religius. Bahkan melebihi martabat dan
kereligiusan manusia (kini) atau para Dewa.
Martabat wangsa Asura terlihat dari citra dirinya yang selalu
muncul bersamaan dengan citra Durga. Penggambaran beberapa arca Durga, baik di
India dan Nusantara selalu menampilkan sosok Asura mendapingi Durga. Salah
satunya adalah Citra Durga dalam pengambarannya sebagai Durga
Mahesasuramardini, yakni Durga sebagai pembunuh Asura Mahesa. Durga diketahui
sebagai sakti dari Siwa dalam aspek Kroda atau raudra (marah).
Durga Mahesasuramardini sebagai "pembunuh" Asura
Mahesa merupakan terma yang umum. Tetapi, terma tersebut belum tentu dapat
diterima sebagai kebenaran mutlak. Melihat citra tersebut, memungkinkan sekali
bahwa wangsa Asura adalah pemuja Durga yang sangat taat. Dalam teks Puranik,
Durga memiliki tugas sebagai pemberi perlindungan. Jadi, Durga sangat
memungkinkan menjadikan Asura sebagai pelindung manusia dan para Dewa. Jika
demikian, maka bukan wangsa Asura yang mengganggu manusia dan para Dewa.
Alih-alih Asura yang menjadi “benteng” untuk melindungi kehancuran sebuah
peradaban yang dibangun para dewa dan manusia.
Kembali pada penggambaran Asura dengan Durga, ada beberapa
tipologi Durga, seperti Durga menginjak Asura, Durga memegang kepala Asura,
Durga memegang rambut Asura, Asura menjauhi Durga dst. Lantas, apakah itu kita
sepakati bahwa Durga sebagai “pembunuh” Asura? Belum tentu, sebab dalam Tantra,
bhakti kepada Sakti Durga adalah kemutlakan. Olehnya, pengorbanan dan
ketundukan adalah tangga menuju pada pemberkatan. Bahkan melalui bhakti, Asura
merelakan “penghancuran” atas dirinya. Rela memenggal kepalanya dan menjadikan
darahnya sebagai persembahan kepada Durga------
Jadi, termulialah Asura…diantara para penganut Tantra.
#rahayu
#rahayu
0 comments:
Post a Comment