ROKOK


Oleh : Angga Wijaya

Kakak perempuanku melihatku merokok sore itu. Dia tersenyum. “Cara merokokmu aneh,” katanya. “Aneh bagaimana?,” tanyaku. “Merokok itu perlu penghayatan, jangan terburu-buru, batang rokok jangan kau masukkan semua, cukup ujungnya saja, isap pelan-pelan. Jangan seperti dikejar setan.” Aku tertawa mendengarnya. Kami tertawa.

Kakakku sudah sepuluh tahun ini berhenti merokok, sejak ia bergabung dengan perguruan spiritual. Ia mengalami perubahan drastis dan memandang hidup lebih santai namun tak kehilangan optimisme. Sebelum itu ia perokok berat, hidupnya kacau dan berpisah dengan lelaki yang bersamanya selama puluhan tahun. Saat berpisah ia didera depresi dan bolak-balik mengujungi psikiater. Kini hidupnya tak seperti dulu, tiap hari ia bangun lebih pagi dan berdoa, sore hingga malam hari ia memegang tasbih mengulang dan memuliakan nama-Nya, diakhiri dengan tangis bahagia, bersyukur atas karunia sekecil apapun.

Rokok di tanganku hampir habis. Perbincangan kami di beranda rumahnya penuh tawa.Kami menertawai hidup yang penuh misteri dan susah ditebak. Kakakku berbisik mengatakan sebuah berita; ia kini punya kekasih, lelaki itu pernah menikah dan ditinggal mati istrinya, ia lelaki yang baik dan bertanggung jawab dan mereka saling mencintai. “Lelaki itu perokok berat sepertimu, itu yang kurang kusuka, saat berciuman aku seperti mencium asbak!” Tawa kami berderai. Rinai hujan memisahkan kami dan kulihat seulas senyum yang lama tak kulihat menghiasi bibirnya.


*penulis esai, puisi
Share on Google Plus

wak laba

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments:

Post a Comment

http://waklaba.blogspot.com/. Powered by Blogger.