Oleh : I Ketut Sandika
Selama menelusuri candi di Kediri, ada hal yang
menarik perhatian saya. Sebuah situs bernama Tondowongso yang berada di wilayah
Gurah. Jalan menuju situs sangat berliku dan harus memasuki persawahan dan
perumahan penduduk yang semuanya Muslim. Saya melihat ada kekunoan pada wilayah
tersebut. Pikiran saya melayang pada naskah serat Calonarang, yakni daerah
bernama Dirah/Girah. Adakah kemungkinan desa kuno
ini adalah Dirah dan kini bernama Gurah? entahlah.
Setelah beberapa kali salah
tempat akhirnya sampai pada situs ini. Tidak Nampak bangunan Candi sebagaimana
tinggalan lainnya. Yang ada hanya gundukan Tanah dan semak yang rimbun
ditumbuhi tanaman liar. Papan nama situs sudah karatan. Saya penasaran dan
turun menghampiri beberapa kubangan air yang ada di beberapa titik. Saya
terperangah, dasar candi dengan struktur bata merah sangat indah terendam dalam
kubangan air.
Sangat indah, meskipun sudah
tidak utuh lagi. Kemudian di kubangan lainnya juga ada beberapa dasar candi
yang menyerupai mandala. Candi besar ada di tengah-tengah dikelilingi anak
candi yang membentuk pola pemujaan Siwa. Semuanya terkubur dalam Tanah, pasir
material yang kemungkinan muntahan dari letusan Gunung Kelud. Betapa
menderitanya candi ini, dan ia mesti terkubur sekian lama memendam kejayaan
pada masanya. Berdasarkan wawancara saya, konon pemerintah dan dinas kebudayaan
terkait sudah membebaskan lahan untuk di ekskavasi dan tinggal menunggu
pendanaan saja. Sementara beberapa arca sudah digali dan dipindahkan. Bagi
saya, candi ini dipenuhi misteri.
Lebih misterinya lagi, ketika di
atas gundukkan candi utama tergantung bekas celana dalam perempuan. Tumpukan
bata yang sudah tidak beraturan dihiasi dengan celana dalam bekas ini tentunya
sebagai pertanda bahwa "Hancurnya" kejayaan Nusantara disebabkan isi
di balik celana dalam ini. Sebagaimana Brawijaya V harus tunduk pada isi di
balik celana dalam putri Campa yang menganut kepercayaan lain.*
0 comments:
Post a Comment