Pendekatan “ Sastra Bali “ Instalasi Mural Padmaksara




Problem kita saat ini anak-anak muda tidak percaya diri menggunakan Bahsa Bali sebagai alat komunikasi kemungkinan kurang kekenian atau mungkin dirasa kuno. Terkikis era globalisasi pondasi rasa bangga keberadaan bahasa Bali mutlak dilakukan sebagai jati diri masyarakat Bali. Menumbuhkan kembali menggunakan bahasa ibu setiap komunikasi dilakukan. Anak-anak sejak sekolah dasar bisa dihutung menggunakan Bahasa Bali terutama di daerah perkotaan imbas ini juga dirasakan di daerah pedesaan tapi ada beberapa pedesaan masih tetap memegang teguh Bahasa Bali. Permasalahan ini sudah dimbang kritis mengingat Bahasa Bali dirasa ruwet dan menjelimet. Menciptakan kembali cinta Bahasa Bali harus ada gebarakan yang mudah senangi dan dekat dengan anak muda. Seni adalah cara paling ampuh mendekatkan Bahasa Bali yang mudah dimengerti. Mengerucut sastra Bali tak jarang msyarakat, muda, tua bahkan anak-anak dekat dengan sastra Bali. Tatkala membaca dan menulisnya kalangan tertentu saja, ini sebuah gunun es ketika era sudah berubah. Mengubah yang kuno yang secara kekinian memperkenalkan lebih dekat kepada masyarakat terutama anak muda sentuh hal-hal yang berbau “ berkesenian “.

Pemerhati Bahasa Bali dan penggeliatnya kegelisahan mereka keberadaan bahasa Bali sudah tergantikan. Gagasan muncul mencuat melihat apa yang terjadi sampai saat ini Bahasa Bali sudah enggan digunakan sebagai alat komunikasi, Aliansi Peduli Bahasa Bali ( Bayu Gita Purnama, Anom, Gus Darma), Gurat Institute ( I Made Susanta Dwitanaya, Dewa Purwita ) senimanpun nimbrung mencurahkan gagasan seperti Komunitas Djmur, Komunitas Helmonk dan Perupa Wayan Sudarna Putra yang lebih dikenal Nano Uhero.

Semarak perhelatan Semarapura Festival # tahun 2017 didalamnya menyarakan Hut Puputan Klungkung ke-109 dan Hut Kota Semarapura ke-25, kami dari komponen generasi muda yang tergabung dalam Aliansi Peduli Bahasa Bali dan Gurat Institute bekerja sama dengan Penyuluh Bahasa Bali Kabupaten Klungkung berpartisipasi dalam menyemarakkan kegiatan Festival Semarapura. Bentuk kegiatan yang akan kami lakukan adalah seni Instalasi Mural Padmaaksara. Seni Instalasi Mural Padmaksara ini adalah salah satu kegiatan sosial yang diharapkan memberikan dampak positif bagi tumbuh dan berkembangnya kesadaran masyarakat dalam menggunakan bahasa Bali.

Instalasi Mural Padmaksara adalah sebuah konsep yang mempertemukan tiga komponen mendasar dalam kehidupan masyarakat Bali, yaitu bahasa (aksara dan sastra), seni, serta ritual. Tujuan utama dari seni instalasi mural ini adalah untuk menggemakan semangat cinta bahasa Bali di Kabupaten Klungkung. Semangat menyebarkan ideologi kecintaan terhadap bahasa Bali ini kami kemas dengan kemasan seni yang sangat interaktif yaitu seni instalasi dan mural. Kami mencoba menawarkan ruang baru bagi bahasa Bali untuk tampil dan lebih dekat pada generasi muda, lebih dekat dengan masyarakat Kabupaten Klungkung. Sebab bagaimanapun juga, bahasa Bali harus menempati ruang-ruang baru yang lebih modern dan dekat dengan generasi muda, lebih mampu mengikuti perkembangan jaman. Sehingga bahasa Bali tidak lagi dipandang sebagai bahasa yang kuno, bahasa yang ketinggalan jaman. Lokasi pemasangan instalasi mural ini di Museum Kertha Gosa, sebuah lokasi yang paling bersejarah dalam perjalanan peradaban Klungkung dan juga Bali. Pemilihan Kertha Gosa sebagai lokasi bukan tanpa alasan, karena Kertha Gosa adalah sebuah sejarah aksara dan kata-kata sebagai puncak penciptaan kedamaian,kerahayuan, kesejahteraan, dari pemimpin untuk segala masyarakatnya. Kertha Gosa memiliki makna kata-kata yang melahirkan kesejahteraan. Pada dasar kesejarahan inilah kami berpijak, aksara Bali menjadi bangkit dan kembali ditinggikan oleh masyarakat penggunanya, tidak semata sebagai sebuah warisan peradaban namun juga sebagai keseharian yang tak lepas dari manusia Bali.

Klungkung akan turut berperan menjadi tempat lahirnya ruang baru bagi bahasa Bali pada ruang seni kreatif. Hal ini sekaligus sejalan dengan semangat pemerintah Kabupaten Klungkung dalam usaha menggalakkan penggunaan bahasa Bali.

          Seni Instalasi Mural Padmaksara ini menghadirkan sebuah peristiwa kebudayaan dengan memakai media mural dan instalasi sebagai sarana untuk memasyarakatkan bahasa dan aksara Bali kepada publik. Media ini dapat dimaknai sebagai sebuah upaya untuk memperluas misi kebudayaan dalam hal ini pengembangan bahasa dan aksara Bali dengan cara dan pendekatan yang lebih kontemporer. Mural misalnya sebagai bentuk seni rupa publik telah menjadi bagian dari urban culture yang sangat lekat dengan kalangan muda. Sehingga pilihan untuk mengkolaborasikan bahasa Bali dengan bentuk seni mural akan menjadi kolaborasi yang sangat menarik. Mural digarap oleh komunitas Djamur  dan Hell Monk yang dibuat seatraktif mungkin dalam upaya melakukan pendekatan yang lebih intim pada generasi muda di Kabupaten Klungkung. Di samping media mural, pilihan pengunaan media instalasi interaktif berupa instalasi pohon Taru Aksara dari anyaman bambu oleh perupa Wayan Sudarna Putra (Nano U Hero) yang akan dikolaborasikan dengan pohon impian, berupa happening art dimana publik diminta untuk  menulis impiannya terhadap Kabupaten Klungkung dengan bahasa dan aksara Bali. Pengunjung akan menulis impian dan harapannya di atas daun lontar, lalu harapan dan impian tersebut akan digantung pada pohon harapan tersebut. Pada pohon impian tersebut, selain berisi harapan masyarakat Kabupaten Klungkung juga akan berisi gantungan aksara-aksara Bali sesuai dengan pangider bhuwana. Pohon harapan ini sekaligus menjadi sarana untuk pengunjung belajar bahasa Bali. Kami akan siapkan tabel aksara Bali untuk membantu pengunjung yang hendak menulis harapannya dengan aksara Bali. Pengunjung yang mampu menulis harapannya dengan aksara Bali akan mendapatkan poster aksara Bali secara cuma-cuma, hal ini sebagai bentuk apresiasi terhadap mereka yang telah berusaha menjaga peradaban aksaranya. Pohon harapan ini berada di tengah-tengah instalasi mural, sehingga pohon harapan ini menjadi pusat atau titik tengah dari seni instalasi ini.

          Sebagai sebuah ruang seni, instalasi mural ini juga akan kami gunakan untuk menjadi panggung pembacaan puisi Bali. Pembacaan puisi Bali ini akan dilakukan oleh sastrawan muda Bali modern yang hadir dari beberapa komunitas sastrawan di Bali. Pembacaan puisi ini akan merespon ruang dari seni instalasi mural, sekilgus memberikan nuansa baru bagi ranah bersastra di Bali.

Pada sesi akhir kegiatan ini, kami akan melakukan ritual yang kami sebut Aksaram Pula Kertih. Ritual ini adalah puncak dari kegiatan ini, dimana semua harapan dan impian masyarakat Kabupaten Klungkung yang telah digantung pada pohon harapan akan ditanam bersamaan dengan penanaman bibit pohon.


Share on Google Plus

wak laba

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments:

Post a Comment

http://waklaba.blogspot.com/. Powered by Blogger.