Explora(c)tion” Pameran Seni Grafis Oleh Komunitas Studio Grafis Undiksha
Oleh : I Made Susanta Dwitanaya
Seni grafis hadir dan telah ikut mewarnai dinamika medan
sosial seni rupa Indonersia. Seni grafis
di Indonesia berkembang dan terus digerakkan oleh para pelakunya dengan berbagai kemungkinan ragam medium,
teknik dan cara presentasinya, mulai
dari karya- karya cukil, stensil, etsa
,sablon, serta cetak digital dengan berbagai kemungkinan presentasinya,di
tengah persoalan konvensi- konvensi dalam seni grafis itu sendiri yang kerap
menjadi persoalan yang selalu hangat untuk terus diperbincangkan .Inilah karakteristik dari seni grafis jika, dibanding dengan
cabang seni rupa yang lainnya dimana konvensi atau disiplin teknik betul betul menjadi hal yang teramat
diperhatikan.
Jika dibandingkan dengan perkembangan seni grafis di daerah
lainya di Indonesia seperti Jogya ataupun Bandung, seni grafis dalam medan sosial seni rupa
Bali tampaknya masih belum begitu
menggeliat, jika dibandingkan dengan cabang seni rupa yang lain seperti seni
lukis ataupun seni patungnya. Di Bali sangat jarang kita melihat even- even
seni rupa yang scara khusus menampilkan karya- karya seni grafis, sehingga
pewacanaan tentang seni grafis di Bali nyaris sangat jarang terdengar.
Minimnya pewacanaan terhadap perkembangan seni grafis di
Bali secara tidak langsung juga menjadi sebuah ruang untuk mempertanyakan ihwal
proses regenerasi dalam perkembangan seni grafis di Bali. Di Bali ada beberapa
perguruan tinggi ataupun lembaga pendidikan dengan basis kesenirupaan di
dalamnya, dan hal ini tentu saja adalah salah satu potensi yang bisa digerakkan
lebih jauh untuk melakukan proses tranfer pengetahuan yang dapat menstimulus
dalam menggeliatkan gairah para pegrafis pegrafis muda untuk berkarya pada
jalur seni grafis. Peran lembaga pendidikan kesenirupaan di Bali bisa menjadi
salah satu ranah yang penting dalam mengembangkan seni grafis di Bali. namun
dari beberapa lembaga pendidikan kesenirupaan di Bali sampai saat ini masih
belum ada yang memiiki program studi ataupun jurusan yang khusus seni grafis.
Seni grafis baru menjadi mata kuliah dengan jumlah SKS yang minim, ataupun baru
menjadi salah satu pilihan konsentrasi pada mata kuliah Tugas Akhir seperti
yang diterapkan di Prodi Pendidikan Seni Rupa Undiksha Singaraja.
Berdasar pada fakta, bahwa masih minimnya pewacanaan dan
even- even yang secara khusus menghadirkan karya- karya seni grafis di Bali,
maka para perupa yang berasal dari Dosen, Mahasiswa dan Alumni Prodi Seni Rupa
Undiksha yang memilih untuk menekuni
seni grafis sebagai pilihan kreatif mereka dalam berkarya seni rupa, bersepakat
untuk menghimpun diri dalam sebuah
komunitas bernama Studio Grafis
Undiksha , untuk kemudian merancang sebuah event pameran bersama yang terbingkai
dalam sebuah frame kuratorial
“Ekxplora(c)tion”. Dalam pameran ini hadir 19 orang peserta mereka antara lain
; Hardiman, Kadek Septa Adi, I Komang Sukerta Yasa, I Putu Aditya Diatmika, Ni
Luh Pangestu Widya Sari, I Gede Riski Soma Himawan, Ni Luh Ekmi Jayanti, I
Kadek Susila Priangga, Dewa Made Johana, Gde Deny Gita Pramana, Irma Dwi
Noviani, I Kadek Budiana, I Putu Nana Partha Wijaya, Mirza Prasetyo, Pande Putu
Darmayana, I Nyoman Putra Purbawa, Saupi, I Gede Dwita Natur Arista,dan Kholiluloh
Pameran ini
menghadirkan bingkai kuratorial yang sedemikian cair dalam artian tidak
menghadirkan isu atau tema yang spesifik, hal ini bertimbang pada sangat
beragamnya kecenderungan gagasan masing- masing perupa yang tidak mungkin dapat
diringkus dalam satu tema yang spesifik. Sehingga bingkai kuratorial ini
diarahkan pada usaha untuk menampilkan dan menyajikan pembacaan atas keberagaman gagasan tematik serta upaya
untuk menelisik dan mempresentasikan
bagaimana ihwal proses eksplorasi gagasan,atas
medium, dan teknik pada karya para perupa masing masing.
Bagaimana hasil proses
eksplorasi para perupa yang dapat dimaknai sebagai sebuah aksi atau action yang terekam dalam karya ,
lalu aksi berikutnya adalah dengan mempresentasikan hasil eksplorasi tersebut
kepada apresiatornya. Proses eksplorasi
baik itu soal gagasan tematik, pilihan medium, teknik, dan cara presentasi
dalam seni grafis tentu akan menjadi persoalan yang penting. Soal piliihan
teknik dan medium misalnya akan segera berhadapan dengan
persoalan konvensi. Menjadi menarik kemudian ditelisik lebih jauh bagaimana
eksplorasi perupa atas karya karyanya ketika berhadapan dengan perrsoalan konvensi
dalam seni grafis. Sejauh mana proses eksplorasi yang terkadang meluber tak
terbendung kemudian musti berdialog dan “bernegosiasi” secara artistik dan
estetik dengan konvensi itu? Adalah pertanyaan yang mengiringi proses kreatif
para perupa dalam pameran ini.
Menelisik karya – karya yang ditampilkan para perupa dalam
pameran ini, teknik cetak tinggi seperti cukil baik dalam medium hardboard
maupun lino tampaknya masih menjadi pilihan teknik yang dipakai oleh sebagian besar
para perupa.
Menelisik karya – karya yang ditampilkan para perupa dalam
pameran ini, teknik cetak tinggi seperti cukil baik dalam medium hardboard
maupun lino tampaknya masih menjadi pilihan teknik yang dipakai oleh sebagian
besar para perupa, teknik ini bisa jadi merupakan teknik yang paling dekat
dengan keseharian para peserta, alat dan medium pendukung teknik ini boleh jadi
paling mudah untuk diakses dan didapatkan oleh para peserta. Eksplorasi atas
teknik ini kemudian terlihat pada capaian teknis para peserta pameran yang
sebagian besar mencoba mengeksplorasi lebih jauh teknik ini, baik dari segi
olah visual dan tema tema karya yang hendak disampaikan mulai dari tema soal
diri, sosial politik, budaya, spiritualitas,
dan lain sebagainya. para perupa yang memakai teknik ini antara lain ; Aditya
Diatmika, Dwitya Natur Artista,Susila Priangga,Sukertayasa, Pande Darmayana,
Irma Dwi Noviantini, Saupi, Nana Partha Wijaya, Putra Purbawa, Pangestu
Widyasari, Mirza Prasetyo , Kadek Septa Adi ,
dari sekian perupa yang memilih berkarya dengan teknik ini ada beberapa
perupa yang mencoba bergerak pada cara
presentasinya. Misalnya pada karya Irma yang menyajikan karya dalam format buku
,atau pada karya Ni Luh Pangestu yang dalam proses kreatifnya berkarya dengan
melibatkan publik untuk menggambar kemudian hasil gambar- gambar beberapa
orang tersubut ia olah dan komposisikan
sedemikian rupa dan di cetak pada lembaran kain yang didusplay secara
instalatif. Ataupun kadek septa adi dengan karya hand colouringnya, kita
ketahui bersama karya hand colouring merupakan teknik yaang kerap
dipervbincangkan karena ia beririsan dengan teknik melukis.
Ada pula beberapa peserta yang memakai teknik di luar teknik
cetak tinggi, misalnya teknik cetak
dalam yang terlihat pada karya Dewa
Johana dengan teknik etsa yang menghadirkan karya karya bertema sosial. Atau
pada karya Deny Gita yang mencoba menghadirkan karya karya drawing digabungkan
dengan teknik digital print, seperti kita ketahui bahwa drawing merupakan
teknik dasar yang sangat berkaitan dengan seni grafis, Deny memcoba
mengembangkan apa yang selama ini merupakan hal basic tersebut dengan
memadukannya dengan perkembangan teknik cetak digital yang menjadi arus utama
dunia cetak saat ini. Sedangkan Hardiman,yang merupakan pendidik dari para
mahasiswa dan alumni ini menghadirkan karya dengan teknik colagrap,
menghadirkan karya apropriasi dari monalisa karya Da Vinci, yang dibuat dalam
lima panel , dimana sosok monalisa dibiuat memalih dari yang dilukis
berkerudung tipis hingga menjadi layaknya memakai hijab. Selain sisi tematik,
yang menarik pada karya Hardiman adalah pada teknik colagrap dengan gambar yang
muncul layaknya relief.
Pada akhirnya pameran ini rasanya tidak cukup dimaknai hanya sebatas
terbaca sebagai sebuah upaya untuk melihat dan mempresentasikan
bagaimana capaian capaian kreatif para pegrafis dari komunitas “Studio Grafis
Undiksha”, atau minimal bisa memantik semangat para perupa anggota Komunitas
Studio Grafis Undiksha yang sebagoan besar anggotanya adalah para anak
muda untuk terus bergerak dan berproses
kreatif di jalur seni grafis, di tengah
perkembangan seni grafis di Bali
yang boleh dikatakan relatif
minim pelaku yang berdampak pada minim
event, minim wacana.(*)
0 comments:
Post a Comment