karya Grace Tjondronimpuno
JOGJAKARTA,
Berkeluh kesah disosial media sebagai sandaran baik suka maupun duka adalah
aktifitas era kekinian. Sulit dibendung berselancar dunia maya hal pokok dari
aktifitas melarasakan hasrat pergolakan hidup yang dijalani. Terkadang dampak
yang ditimbulkan beragam tergantung perspektif menilai bersosial media.
Kebutuhan kenikian kian bertambah sendi kehidupan tergrogoti virus sosial
media. Sulit menjauh antara rutinitas dan bersosial media itu sendiri, virus
mewabah dari muda, tua bahkan anak-anak menggandrungi.
Menelisik fenomena yang
terjadi antara menjalani hidup dan sosial media sebuah keseimbangan dimana
menumpahkan gejolak yang dialami baik suka maupun duka bercampur. Pergolakan
virus yang dasyat menyerang sendi kehidupan era digital, seniman melihat
kegelisahan ini melumpuhkan kehidupan yang damai tanpa sosial media berbalik
lupa akan waktu sedikit-dikit selalu yang diutamakan adalah berselancar dunia
yang tidak nyata namun membrangus masyarakat.
Grace Tjondronimpuno
dalam karyanya menvisualkan fenomena yang sedang hangat terjadi keranah kanvas.
Isu bersosial media tema yang agak mengelitik dan benar telah menyatu dalam
kehidupan era sekarang. Pemeran yang bertempat di Candi Prambanan, Jogjokarta,
pihaknya menyampaikan kehidupan sekarang hampir sama dengan legenda Candi
Prambanan yang legend. Kisah cinta seorang Bandung Bondowoso kepada gadis
cantik yang bernama Roro Jongrang. Hati gadis pujaan Bandung Bondowoso memang
tidak berniat untuk diperistri hal yang dilakukan memberikan syarat yang tidak
mungkin bisa dilakukan Bandung Bondowoso.
Dalam hitungan sehari
seribu candi yang diinginkan Roro harus selesai semalam suntuk. Legeda ini
tarik kejaman sekarang sebagai sindiran fenomena kekinian yang terjadi saat
ini. Prilaku manusia saat ini banyak dipengaruhi oleh kebiasaan bersosial
media, terkadang kebiasaan ini menjadi sangat berlebihan dan berdampak negatif.
Kita jadi suka lupa waktu, lupa bahwa kita punya tanggung jawab yang lebih
prioritas.(*)
0 comments:
Post a Comment