Sedih rasanya melihat
situasi genting terjadi ditengah caruk marutnya rasa kebhinekaan. Mungkin putra
sang fajar meneteskan air mata, melihat anak bangsa berselisih paham bergejolak
hingga menggeroti landasan bangsa. Perselisihan sebuah tontonan, makanan setiap
hari masyarakat. Miris. Begitu yang terjadi saat ini, padahal pendiri bangsa
terutama anak muda sebagai ruh pancasila. Pergolakan yang hanya mendepankan
asumsi emosi sesaat dampaknya sangat luas, perselisihan yang timbul akibat
terdegradasinya nilai pondasi berbangsa terutama jati diri bangsa. Lemahnya ini
sengaja dimanfaakn segelintir orang menjatuhkan kerapuhan kebhinekaan.
Pemuda adalah pelecut
semangat landasan menjaga ruh dan jiwa pancasila. Sebuah pertanyaan sekarang
dimana peran pemuda disaat situasi genting seperti sekarang. Caruk-maruk
sengaja ditata terpola, sebuah misi terselubung. Mejemuk ras, suka dan golongan
sedikit saja digelintir hasilnya kegaduhan meluas. Bercermin dari sumpah pemuda
yang sesuai dengan cita-cita pendiri bangsa pemuda menjadi garda terdepan
menjaga keutuhan didalam kemejukan. Jati diri bangsa adalah budaya, sekarang
pemuda enggan bahkan lupa atau sengaja lupa budaya daerahnya sendiri. Rapuh.
Jaman kotenporer kalau tidak dibarengi dengan jati diri ditengah gerusan jaman
linglung ditelan jaman.
Pemuda adalah pandu
metata kembali saat tanah airnya dikuasi kepentingan sepihak, jangan biarkan
terasing dinegeri sendiri. Merangkai tali persudaraan mengimplementasikan nilai
pondasi berbangsa dan negara baik pancasila dan UUD 1945. Gersang pemuda
menelisik akar nilai sejarah, sumpah pemuda adalah ruh kebangkitan bangsa.
Saya melihat acara
Sapanji Sasiliwangi – Mapag Seba Jagad Parahyang IV sangat baik mencairkan
situasi Jawa Barat sebagai daerah intoleran. Merangkul, mempererat tali
perdaudaraan, menumbuhkan kembali jati diri daerah terutama budaya Sunda. Acara
yang mengangkat tema “Sumpah Pemuda Sebagai Ruh Pancasila” beberapa waktu lalu
digelar di Taman Budaya Jawa Barat Bandung. Budaya Sunda tertata apik
memerihkan acara oleh berbagai kesenian antara lain kacapi suling, rampak
kendang pencak, tari rahwana, tarawangsa serta diskusi kebangsaan yang berjudul
“Mewaspadai Generasi Muda Diambang Kehancuran – Implementasi Sumpah Pemuda”.
Walaupun saya berada di
Bandung, tapi rasa rindu pulau Bali sedikit terobati ketemu dengan warga Bali
diacara ini. Salah satunya yang datang langsung dari Bali, Ida Bagus Gede Made
Wicaksana seorang musisi dan arsitek. Beliau tergabung dalam Nyanyian Dharma
dengan tembang hits Saraswati. Obrolan seputar kondisi terkini tentang Bali.
Dibalik kesenian yang disajikan, obrolan semakin asyik teruma kondisi Gunung
Agung yang menyita publik.
Hampir semua yang hadir
menggunakan pakian adat termasuk saya. Pihak panitia mengkomfirmasi bahwa
undangan diwajibkan menggunakan pakaian adat daerah berasal. Semarak
warna-warni pakaian adat menjadi instalasi, sebagain besar undangan mendominasi
pakaian adat Sunda.
Sementara panitia Galih
Rakasiwi sibuk mempersiapkan gelaran acara. Dalam kesempatan berada dipodium
berbiacara lantang tentang budaya sebagai benteng ditengah jaman kotenporer.
Suara lantang menggelegar tempat acara ditutup dengan salam berbahasa sunda.
(*es)
Rahayu
0 comments:
Post a Comment