karya Dewa Johana
Medium kertas selama
ini berkutat sebagai media gambar dan menulis, perupa muda menkondisikan kertas
sebagai tema berkarya sebebas mungkin. Esensial kertas kebanyakan orang terjutu
pada sebuah gambar dan menulis, kertas tidak hanya sebagai media gambar namun
juga media berkarya bahkan konten. Menarik tatkala kertas dijadikan tema
dipresentasikan oleh generasi milenial yang dilabeli sebutan artsy. Di era
“now”kesenimannya para seniman muda berkesempatan melanjutkan estafet
penggunaan kertas dalam sejarah berkesenian, dimana didalamnya terdapat
karakteristik dan tawaran makna-makna lain atas kertas.
Inti dari karya yang
dihadirkan bagi penikmat seni rupa yang direpresentatif terutama bagi anak
muda, keterlibatnya diruang formal menjadikan titik momentum mendistribusikan
isu lewat karya masing- masing kreator. Mestinya pameran ini sedang
mengakomodir berbagai pemberontakan-pemberontakan dalam hal melihat wacana.
Yang menarik akhirnya tema kertas bertindak sebagai medium wacana itu sendiri.
Alhasil? Ada yang sedang tidak mempermasalahkan derajat medium, toh para perupa
muda kebanyakan belum mengalami politik pasar seni, misalnya. Adalagi, yang
barangkali lebih logis, karena kertas harganya relatif terjangkau dan lebih
praktis. Jadi jangan heran jika muncul kalimat dari peserta, “Masa bodo dengan
kertas!”.
Nilai utama bagi para
perupa muda adalah ekspresi dan ekspresimen yang sarat akan selebrasi sebagai
upaya proses menjadi. Adakah kita sedang menakar-nakar bobot kualitas antara
yang tua dan yang muda? Bagi saya selebrasi di wilayah anak muda adalah nilai
yang paling representatif untuk menunjukan ke-muda-annya. Karena bagi mereka
tidak perlu ada yang ditakuti, karena mereka tidak suka dituntun apalagi
dituntut. Jadilah apa-apa yang tersaji baik dalam kehidupan anak muda jaman
sekarang maupun karya yang ditampilkan menjadi refleksi tanpa kita harus
menghakiminya. Anak muda berhak merayakan salahnya, yang penting mereka ada.
Sementara, pada kasusnya di medan kesenian sekalipun, sedikit yang memberi
ruang pada muda-mudi secara strategis. Seniman muda-mudi adalah mereka yang
terlanjur menerima konstruksi ideal dari berbagai medan, sehingga kerap kali
mereka hanya diberi pilihan dan pilihan. Maka pameran kali ini sebagai momentum
mereka menawarkan pilihan.
Termakan Modernlisasi
Karya yang menggunakan
media kertas sebagai media gambar tampil dalam beragam tema. Pada karya Dewa
Made Johana “Termakan Modernlisasi”. Ia menggambarkan kota-kota padat yang
terapung atau hampir tenggelam lewat visual air secara ritmis, tekun dalam
gelombang, itukah Bali dan berkenaan dengan Kasus Bali Tolak Reklamasi? Ia
menggarapnya dengan pola pikir khas masyarakat Bali. Dewa Johana menggunakan
perspektif rancu seperti kerap dijumpai dalam lukisan trasidional Bali, fokus
dimana-mana, tak ada ruang kosong, tidak ada kesatuan image dan peristiwa.
Melihat berbagai karya
yang ditampilkan dan segala keberagamannya mengantarkan kita pada
pengalaman-pengalaman menjelajahi kertas. Dari pengalaman pameran tersebut,
adakah kita menyebutnya karya seni kertas? Yang jelas pameran ini tak mungkin
terselenggara tanpa kertas.
Dewa Johana ingin
mengungkapkan tentang situasi Kota Kelahirannya yakni Bali. Dulu, Bali asri,
sejuk,nyaman dan bangunan penataan yang harmonis. Sekarang sudah hampir tax
bisa dijumpai, dalam karya ia memilih objek gedung-gedung dengan persepektif
yang rancu berpola dari lukisan tradisional Bali yang sering dijumpai. Dalam
karya ini, tidak ada ruangan kosong semua dipenuhi dengan objek-objek. Ia
menggambarkan kondisi Bali yang mendatang,dimana semua lahan, khususnya yang
kosong dipenuhi dengan bangunan- bangunan gedung yangg penataan yang sembrawut.
Ketidak teraturan yang terpola seakan kota ini hampir tenggelam lewat visual
air yang secara ritmis dan bergelombang.
0 comments:
Post a Comment