Menjaga Asa kebersamaan Ditanah Rantuan


kebersamaan ditanah rantuan (foto/embas)


Merantuan merupakan sesuatu banget, pasalnya semasih muda merantua adalah hal wajib. Ditanah rantuan kita bisa memaksimalkan jiwa patroit hidup, mulai dari kemandirian aktifitas sehari-hari. Misalnya saat mata melihat kemegahan sang fajar, memulai kegiatan mengurai rasa kemalasan selama tinggal dengan keluarga. Pelan tapi pasti kemandirian terpupuk dengan sendirinya. Bertemu dengan sahabat baru mewarnai kancah perantuan. Adaptasi adalah mutlak dilakukan untuk mengubah rasa terasingan dan sepi dalam diri.

Saya rasakan tatkala kuliah di kota Kembang yang sering disebut Paris Van Java yakni Bandung. Pertama setelah kaki ini menginjakkan kaki, pikiran kakau balau, rasa rindu kebersamaan keluarga membayangi. Pergolakan ini terberkecambuk hari demi hari. Secara perlahan, rasa itupun sirnah. Adaptasi dengan sahabat dari berbagai daerah kumpul dalam satu kampus. Rasa rindu kampung halaman sedikit terobati.

Bercanda gurau bersama sahabat pendekatan secara emosional terbangun. Diluar dugaan keakraban terbangun apik seiring waktu. Berbagai kegiatan kita lakukan baik dalam kampus maupun luar kampus. Disaat sahabat kita merayakan Hari Besar Agama atau saat ada salah satu ulang tahun, kita selalu memberikan kejutan kepada sahabat. Salah satunya dengan makan bersama layaknya budaya Bali yang kita kenal dengan Mengibung. Palembang, Prabumulih, Tebing Tinggi, Bengkulu, Nias , Lampung, Samarinda, Solo, Bali, dan Papua menikmati makan secara berjamaah. Begitu kita mengapresiasi kebersamaan ditengah perbedaan yang ada. Miniatur Indonesia berada di Kota penuh kreatifitas anak mudanya. Memadukan kebhinekaan dalam medium makanan khas daerah, seperti makanan khas Bali “ sambal matah”, sambel terasi Khas Lampung, krupuk ikan Palembang dengan menu tuan rumah nasi liwet.

Layaknya diplomasi pejabat era “ now” menyikapi problema yang dihadapi bangsa ini, begitulah ala kita merayakan hari special. Kebersamaan inilah menjaga kita ditengah pergolakan berada di tanah rantuan. Gotong-royong membuat makanan dalam acara menunjukan rasa kepercaya diri dengan kultur daerah masing-masing. Ceria yang dirasakan setiap sahabat –sahabat sambil menceritakan daerah masing satu sama lainya. Seperti duta pariwisata saja. Memperkenalkan potensi pariwisata daerah, pokoknya diplomasi ini saling menguntungkan. Itulah cara kita menyatukan segala perbedaan, semoga kebersaman ini berlanjut. (*)

Oleh : Dewa Ayu Embas Saraswati
Share on Google Plus

wak laba

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments:

Post a Comment

http://waklaba.blogspot.com/. Powered by Blogger.