Gara-Gara Kamera Plastik Yang Diberikan Kakeknya, Gustra Kepincut Fotography


pemeran foto Gustra di Bentara Budaya Bali dihadiri oleh Gubernur Bali Mangku Made Pastika setahun silam


Medium visual telah berkembang pesat seiring dengan pertumbuhan teknologi. Deras laju kemajuan tersebut efek domino memudahkan mengakses segala informasi termasuk dunia visual, apalagi disiplin ilmu visual sudah masuk dalam dunia kampus. Kemudahan belajar sangat gampang, lebih lagi sosial media pemicu lebih mudahnya diskusi sesama penggiat dunia visual. Dari sanalah ada sebuah pembelajaran dalam artian tukar pikiran.

Tempo dulu penggiatnya lebih terseleksi kalangan tertentu. Faktor pembentukan diri adalah lingkungan sekitar, sehingga tergugah mencoba hingga penasaran medium visual. Ketertarikan terpendam alam bawah sadar terus dibayangi. Pembentukan inilah yang dialami oleh fotografer senior Bali Ida Bagus Putra Adnyana. Sedari sejak kecil, pria dikenal dengan sebutan Gustra, terbiasa melihat kegiatan berkesenian di rumahnya. Berbagai kesenian mulai dari kerawitan hingga seni rupa. Bali adalah pusat pariwisata yang sudah dikembang sejak lama yang berpusat Bali Hotel berada di jalan Veteran, Denpasar, sehingga banyak ada kios seni dan artshop. Tak terhitung jumlah wisatawan yang datang termasuk seniman yang bermukim dilingkungan sekitar Gustra.

" Banyak seniman tempo dulu yang bermukim di lingkungan saya di Belaluan. Seperti Kak Mangku Nyongnyong, penari legendaris yang sempat main filem, Pak Wayan Bertha, maestro kerawitan, pelukis I Gusti Deblog, pengukir di Griya Satriya. Pelukis dari Jawa, tetangga juga termasuk Budiana Made, " sebut pria alumni Fakustas Hukum Udayana.

Kemudian, ia menuturkan ayahnya sosok berpengaruh yang kebetulan bekerja sebagai pemandu wisata, menyebabkan ikut sering bertemu turis yang membawa kamera. Dukungan keluarga yang suka ngajak nonton filem. Lansung tak langsung, ini awalnya berkenalan dengan dunia visual. Kebetulan saat kecil diberi hadiah kamera plastik oleh kakek yang bertugas di Jawa. Jadi, langsung bisa menikmati dunia visual.

Kamera tempo dulu merupakan barang mahal, tidak sebatas itu film dan ongkos proses percetakan juga mahal. Setelah SMA, ia menggeluti dunia foto lebih instens. Berkenalan dengan banyak senior fotografer. Inilah awal ketertarikan diri Gustra makin penasaran ingin lebih tahu dunia foto, termasuk menjajal aneka lensa yang belum dimiliki. Dari memotret bisa membeli peralatan secara kredit.


Perkembangan dunia fotography, menurut pria kelahiaran 1958 menyampaikan saking instannya banyak yang merasa tidak perlu belajar dengan sungguh-sungguh. Padahal jika belajar melalui kursus, atau sekolah fotography, bisa mempercepat peningkatan skill, selain mendapat pengetahun yang khusus. Tantangan kedepan, setiap photografer harusnya membuat projek pribadi tentang suatu tema, belajar bertutur dengan foto. Sehingga wawasan foto akan terus berkembang.

Gustra salah satu fotografer Bali yang sering melalang buana melakukan berbagai pemeran baik luar negeri maupun dalam negeri. Tatkala mengikuti salon foto International dibanyak negara, kalau karya lolos kurasi atau accepted biasanya langsung dipamerkan serta dimuat dalam katalog, tapi yang disiapkan secara khusus, baik dari segi kurasi, pembuatan buku, dihadiri undangan resmi dan diliput banyak media. Dari sekian pameran Gustra terkesan di Frakfurt Jerman. Media di frakfurt sampai

ada yang memuat hampir satu halaman penuh. Pemaren disana melibatkan fotografer dua fotografer lainya seperti ayahnya K. Sujana yang bernama Auw kok Heng berlangsung selama enam bulan.

pemeran Gustra di Jerman

Keterlibatan ayah penentu karier seorang Gustra pasalnya ayahnya memotret Bali tahun 1930 dengan negative kaca. Pada setahun silam 2016, Gustra pemeran di Bentara Budaya Bali dengan menampilkan perkembangan dari dokumentasi, digital imajing dan pewarnaan foto dengan mengunakan warna acrylic. Tahun ini dirinya sekarang tengah membuat buku tentang Bali, kembali ke dunia foto dokumentasi di Bali. Buku yang didistribusikan secara global, berjudul Bali Ancient Rites in the Digital Age. Ini ada yang menyebut sebagai Etno photography.

Perkembangan dunia visual, Gustra bepesan bagi penggiat visual terutama pemula, fotography selain bisa sebagai hoby, bisa juga bisa sebagai sumber nafkah atau sebagai kreativitas dalam dunia visual. Dalam eksplorasi yang dilakukan untuk menemukan "diri sendiri". Dimana setiap daerah menarik untuk divisualkan, hampir daerah Indonesia dijajalnya seperti Padang (Sumatra Barat), Makasar (Sulawesi Selatan) dan Biak di Papau. Jejek sebagai fotografer dilanjutkan oleh anaknya yang paling tua dan fokus sebagai fotografer wedding, sementara yang lainya karyawati Bank dan yang bungsu dokter gigi.*
Share on Google Plus

wak laba

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments:

Post a Comment

http://waklaba.blogspot.com/. Powered by Blogger.