lukisan karya Ngurah Pandji
Oleh : I Ketut Sandika
Lukisan ini sangat detail, karya dari seniman muda
IGede Ngurah Panji. Karya yang diberi judul Pohon Curiga. Pohon ini sering
disebut dalam teks klasik yang bergenre ekskatologi, seperti Aji Palayon, Atma
Prasangsa, Yama Tattwa dan teks klasik yang sejenis. Disebutkan dalam teks,
bahwa pohon ini adalah pohon besar yang tumbuh di alam kematian yang berbuah
besi dan berdaun tajam menyerupai keris. Jadi, roh yang melakukan karma buruk
tertentu diikat dibatang pohon ini, sedikit roh
bergerak maka daun yang tajam akan terjatuh dan menusuk sang roh, di sana roh akan
merasakan sakit luar biasa.
Pohon curiga dalam lukisan ini
tentunya menggambarkan hal yang lebih daripada itu. Sebuah makna filosofis
tentang pohon curiga yang tidak hanya sekadar pohon kematian dan pohon dimana
sang roh mengalami siksaan neraka. Pohon curiga dalam karya ini menggambarkan
kedetailan dari sebuah proses berkarya dan dalam konteks ini bisa dimaknai
bahwa kehidupan sesungguhnya adalah proses dari perjalan detail sang jiwa dalam
setiap kelahirannya.
Bagaimana jiwa berada dalam
siklus kelahiran, kehidupan dan kematiannya yang terekam dengan baik dalam
setiap labirin kosa yang membungkus jiwa. Dalam kosa itu jiwa mengalami sebuah
proses yang panjang sebelum sampai pada kelepasan yang sempurna. Dalam proses
itulah bayang-bayang keinginan tetap mengikuti jiwa dalam kelahirannya, dan
menjadi penikmat yang utuh bagi segala karma yang berakar dari keinginannya.
Oleh karenanya, pohon curiga
tidak ubahnya adalah pohon keinginan yang bercabang segala hasrat inderawi yang
berdaun pemenuhan dan berbuah wasana (efek karma) yang akan dinikmati jiwa.
Lalu dimana pohon itu? Pohon itu ada dalam diri kita, ia tidak ada di alam
kematian. Pohon keinginan yang mewujud dalam berbagai hasrat inderawi yang
harus terpuaskan. Jiwa yang hinggap pada pohon pun terlalu "asik"
dengan rimbunya daun pemenuhan dan memakan buahnya.
Jiwa pun terikat oleh segala
keinginan itu, sehingga ia lupa akan kesejatiannya. Meskipun sesekali ia
menghadap pada puncak pohon, tetapi buah-buah terlalu nikmat untuk dilahap.
Pohon inipun tumbuh subur, dan semakin Jiwa terikat oleh nikmatnya yang
sejatinya adalah semu.
Sebagaimana nampak pada lukisan,
semestinya kita menebang pohon keinginan. Dalam arti, merendahkan segala
dorongan keinginan dan mengikatnya selayaknya Pasu Pati (mengikat keinginan/mengikat
sifat hewani). Pun demikian memeluk keinginan selayaknya jiwa yang sadar bahwa
keiginan terlahir dari persetubuhan jiwa dengan badan ragawi. Sebagaimana pohon
curiga terlahir dari pohon parijata. Dalam arti, sebagaimana keinginan terlahir
dari hasrat yang selalu terpenuhi.
#rahayu
#rahayu
*penulis buku tantra
Dosen IHDN Denpasar
Dosen IHDN Denpasar
0 comments:
Post a Comment