Oleh : I Ketut Sandika
Sembah sujud dari yang hina dina ini kepada Sanghyang
Kamahayanikan dan Sanghyang Siwa Tattwa. Dua pengetahuan Wisesa yang sejatinya
sama. Sama dalam upaya menemukan Bhatara Buddha pada welas asih dan Bhatara
Siwa pada inti hati. Maka, jika saya andaikan Bhatara Budha adalah minyaknya,
Bhatara Siwa adalah sumbunya dan bertemu pada wadah kemanunggalan, sehingga
lentera menyala. Nyala dari cahaya pengetahuan yang mencerahkan.
Bhatara Budha adalah kebenaran
tertinggi. Bersanding dengan Bhatari Prajnaparamita. Penyatuan dari dua energi
Adwaya dan Adwajnana yang mewakili dua perjumpaan dalam penciptaan kosmos.
Selayaknya Siwa dan Sakti bertemu dalam kemanunggalannya yang ajeg sebagai perjumpaan
Purusa dan Prakerti serta Lingga dan Yoni, sehingga semesta tercipta.
Maka ijinkan yang tidak
berpengetahuan ini menyembah pada Padmapada sang Agung Bhatara Diwarupa di mana
Bhatara Budha tidak berawal dan berakhir. Dharma Kaya adalah perwujudan Bhatara
yang tiada mendua. Sebagaimana juga sembah hamba yang bodoh menyembah padmapada
Bhatara Ardanareswari sebagai perwujudan Siwa dan Sakti yang manunggal sebagai
Bhatara yang Nirwisesa.
Bhatara Budha dalam perwujudan
Bhatara Ratnatraya dan menjadi lima Tataghata yang tiada lain Hyang Pancadhyani
Buddha. Sembah hamba pada semuanya. Yang mana Bhatara Ratnatraya dalam wujud
Hyang Buddha, Lokeswara dan Wajrapani. Kemudian menjelma menjadi lima Dhyani
Buddha, yakni Wirocana, Aksobhya, Ratnasambhawa, Amithaba, dan Amoghasiddhi.
Semuanya adalah Bhatara sebagai pencipta, pemelihara, pelebur, pengabur dan
anugraha dengan rasa welas asih. Semua itu ada dalam diri mewujud sebagai jalan
Nirwanasunya.
Sebagaimana Bhatara Buddha,
sembah tiada terkira kepada Bhatara Siwa sebagai Hyang Tri Purusa Siwa dan
Hyang Panca Dewata. Di mana Hyang Tri Purusa Siwa dalam wujud Hyang Paramasiwa,
Sadasiwa, dan Siwatma. Kemudian mewujud dalam Swabhawa Bhatara sebagai lima
Dewata, yakni Hyang Sadyojata, Bamadewa, Tatpurusa, Aghora dan Isana. Semuanya
adalah Bhatara sebagai Panca Kertyasiwa dengan energi kesadaran agung. Semua
itu ada pula dalam diri mewujud dalam kesunyian tiada batas yang hamba sebut
sebagai Sang Paramasunya.
Maka dari itu, sembah hamba pada
Siwa-Buddha dalam diri sebagai Mahanirwana Sunya. Mencari tiada tempat, menyepi
tiada ruang, bertemu tiada rupa, menyatu tiada jumpa, mengada tiada yang
diadakan, air bukan air, angin bukan angin, tanah bukan tanah dan akasa tiada
terasa. Melihat bukan mata, mendengar bukan telinga, merasa bukan lidah dan
kulit, mencium bukan hidung dan pikiran meniadakan pikiran.
0 comments:
Post a Comment