Siapa yang tidak tau
Indonesia memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah, sejak dulu dari
jaman penjajahan menjadi target. Sekarangpun exploitasi SDA incara semua negara
maju berlomba menancamkan pondasi, sehingga bagi Indonesia hal ini sangat
mengancam kekayaan yang sudah dimiliki. Sumber energi bila dimanfaatkan dengan
baik, dikelola secara maksimal niscaya Indonesia menuju kemakmuran, tapi apa
daya kenyataan mash saja belum mencapai tujuan tersebut. Perebutan SDA adalah
perang era baru saat ini dan nanti kedepannya. Bukan mutahil lagi perang energi
yang paling menyeramkan, pertumbuhan jumlah pertumbuhan pendududk dunia jelas
kebutuhan berdampak segnifikan. Hasil tambang seperti emas, timah, minyak,
tembaga, gas serta yang lainya dimanfaatkan segelintir para cukong “ mafia “
demi kepentingannya mengeruk kekayaan tersebut.
Kebijakan yang tepat
sasaran yang dilakukan pemerintah adalah mutlak dilakukan demi menyelamatkan
hasil kekayaan SDA, mafia pertambangan hasil disikat habis agar terkontrol
dengan baik. Sejak lama para mafia ini mengobrak-abrik SDA hanya seberapa
persen saja masuk khas negara. Mengawatirkan. Masyarakat menikmati ampas dan
limbah yang dihasilkan oleh pabrik yang dikuasi oleh negera asing. Berbanding
terbalik negara yang kaya sumber daya alam tidak beranjak menjadi negara yang
makmur stagnan sebuah negara yang berkembang. Banyak pihak yang
megembor-ngembor ujung-ujung dimanfaatkan situasi yang ada memuluskan keinginan
segelintir golongan tertentu. Isu dipermukaan sengaja dibenturkan antara
masyarakat dengan pemerintah, kegaduhan yang tercipta.
Sudah seperti itu
perang komplik horizontal dan vertical memuncak. Hasilnya, mereka cukong, mafia
ria gembira berselancar diatas komplik yang terjadi. Indonesia dihambang
kehancuran, perpecahan yang simerakkan bukan persatuan dinilai, pemicu
hancurnya Indonesia kelak. Diadu dan dipecah itu bentuk devide at ampera, celah
pintu masuk kehancuran sebuah bangsa. Bhineka yang menjadi pedoman hidup
diantara perbedaan yang tersaji dan sikap toleransi dibrangus ini terlihat
beberapa aksi intoleransi terjadi diberbagai daerah. Miris memang, sejak lama
negara ini dibangun oleh pendahulu atas dasar kebersaman dari perbedaan yang
ada.
Generasi bangsa modal
mereka untuk menghasut, mengdoktrik mengubah motoric otaknya. Ada berbagai cara
yang dilakukan memanfaatkan generasi muda sebagai garis terdepan
mengobok-ngobok mengadu domba masyarakat. Disamping itu, bahaya narkoba hal
yang mesti diwaspadai. Pasalnya, anak-anak muda menjadi target merusak melalui
narkoba. Ancaman seperti itu sengaja didesain sedemikian rupa seperti aksi demo
anarkis, tauran pelajar dan mahasiswa, upaya adu domba TNI-Polri, rekayasa
social yang sengaja dimunculkan melalui media social. Berita hox bertebaran
silih berganti pada intinya dari semuanya memporak-porandakan nilai kebangsaan
Indonesia. Pemikiran-pemikiran pokok kapitalisme tidak lain seperti
sekulerisme, demokrasi liberalisme, inilah yang menghanacurkan negara kita.
Secara politk,
demokrasi celah mereka memenangkan agar nanti ada pemimpin yang dijadikan
sebuah boneka sehingga lahir embrio sebuah produk Undang-Undang keperpihakan
pemilik modal,baik dalam negeri maupun luar negeri terutama perusahaan
imperialis. Produk UU yang sarat dengan liberalisme seperti UU kelistrikan,
sumber daya alam migas, perbankan, perdagangan, semuanya berpihak pada pemilik
modal asing. Jelas dengan tujuan melegalkan perampokan kekayaan alam yang
dimiliki Indonesia. Pelemahan ini sudah terlihat dimana perusahaan sekelas
Freeport, Newmont serta perusahaan lainya milik asing.
Poxsy War
Pergerakan secara masif
melumpuhkan mental masyarakat kita “ Poxsy war “ mengusai sebuah negara dengan
tidak mengirim military secara langsung. Kampaye dukungan LBGT fenomena yang
intrik dan menggelitik telinga masyarakat luas, beberapa waktu lalu tertangkap
aksi LBGT di wilayah Jakarta. Era sekarang perang modern tidak lagi mengunakan
senjata, melainkan pemikiran. Kampaye massif sudah nyata sudah berlangsung
ditengah masyarakat. Situasi yang serba tidak nyaman yang terjadi, seorang
perupa I Ketut Agus Mardika yang serong disebut Gus Dangap mengvisualkan
fenomena perang liberal yang melanda bangsa Indonesia. Perupa termuda dari
kelompok MIlitan Art dan Galang Kangin menilai bangsa yang besar menunggu
kehancuran bila mana saat ini control sector pertambangan.
Mafia bergentanyangan.
Sumber daya alam Indonesia dimanfaatkan pemodal asing dengan dalih memanfaatkan
orang kita sebagai garda depan. Timah, tembaga, dimakan negara asing tak luput
besi juga menjadi incaran mereka. Masyarakat memungut hasil limbah. Gus Dangap
mengimplemtasikan dalam sebuah karya sebatas kesadaran diri pribadi, adai saja
kekayaan SDA ini dpat dikelola dengan bijak, dikelola secara mandiri oleh
negara kita bukan dimanftaan oleh pemiliki modal liberalisme,mungkinkah
kekayaan SDA ini dapat menaikkan taraf kehidupan masyarataknya ?
Kegelisahan dalam diri
Gus Dangap seandainya saja bangsa Indonesia bisa memanfaatkan dengan baik dan
bijak hasil kekayan alam yang dimiliki niscaya tujuan akan tercapai sesuai
dengan amanah “ sejahtera makmur sentosa “. Ketakutan dirinya keberadan situasi
yang tidak nyaman berbagai aksi kekerasan yang terjadi berdalih sebuah paham
yang justru berbanding terbalik dengan pedoman bhineka. Disayangkan alam yang
indah dan sumber daya alam yang melimpah dirampok pemilik modal asing. Kita
bukan anti asing bagiamana berbudikari ditengah ibu pertiwi. Dampak exploitasi
yang ditimbulkan, udara, tanah, hutan, bahkan seluruh isisnya akan hancur. Apa
kita tega merusak ibu pertiwi tempat dimana kita berpijak. Dalih dalih sebuah
yang bernama kesejahteraan kita mengkikis ibu pertiwi, apa tidak sakit yang
dirasakan ibu pertiwi. Goresan kanvas tetap gagah dengan gaya abstrak
dikalaborasikan dengan plat logam. Lukisan dikolase dengan plat aluminium,
tembaga, dan kuningan inti dari karya ini, perupa asal Banjar Tulikup, Gianyar
presentasikan inti dari kolase menceritakan logam mulia kekayaan Indonesia
sebenarnya dapat menutup seluruh keindahan alam Indonesia.
Oleh : Santana Ja Dewa
Oleh : Santana Ja Dewa
0 comments:
Post a Comment