lukisan karya I Nyoman Gede Darmawan bertajuk "Aku"
Jujur, sebuah kata sederhana bibir melontorkan yang
paling tersulit ketika hati melakukan pergolakan hebat. Terkadang pertempuran
bibir dan hati sering terjadi, respon bahasa tubuh tak bisa disembunyikan.
Begitulah kejujuran hati tak bisa dibendung diajak bekerja sama jika sudah
berselisih. Jujur, diakui sebuah kata yang menyentuh batin kita secara
emosional mengemdam rasa yang sulit dibahasakan yang hebat sekalipun, disini
kejujuran kalau dinilai harganya tak
terbayangkan, bisa-bisa bijit nol panjang untuk ditulis. Sekarang, nilai hal
itu menjadi foundamental sebagai tolak ukur tatanan sosial walaupun perubahan
paradigma sengit seperti kisah pewayangan Mahabrata. Kejujuran sendiri tanpa
batas menelusuk berbagai kegiatan ditengah hiruk-pikuk gemerlap tatanan
kehidupan. Bila mana mentalistik goyah dan terprangah sebuah gemerlap hidup,
itu merupakan ujian terbesar. Susah-susah gampang, sesucipun bisa terseret dan
terombang-ombing tersudut kata " jujur".
Sisi lain, biasanya kita
malu-malu kucing walalupun belum pernah lihat kucing malu, berbicara yang
sedikit mentelanjangi sebuah hal yang tabu seakan-akan bumi ini runtuh membahas
hal itu. Kita terkadang ngga jujur pada diri, sehingga yang terjadi termakan
olehnya. Terbuka, ada kalanya kita merasakan kenikmatan hidup, pencapain, nah
kejujuran blak-blakan tanpa disembunyikan, maka bisa rasakan kenimatan yang
melebihi orgasme.
Ditelisik berbicara masalah yang ngga boleh diungkapkan tapi ditengah terjadi bisik-bisik yang nikmat berbicara hal itu. Diresapi adalah bila mana tabu disembunyikan tetap saja akan tercium terbawa udara kemana-mana.
Perupa I Nyoman Gede Darmawan
melihat hal kejujuran diri, kenyataannya kadang sulit diungkapkan dihadapan
orang banyak. Rasanya malu, ngga enak, tabu padahal kalau diungkapan sangat
nikmat sekali. Menarik perupa asal Banjar Pengosekan, Ubud, merespon nilai
kejujuran, yang menarik buat Darmawan tatkala kejujuran "Telanjang"
hal yang sangat penting dalam hubungan kita dengan pawongan, tapi sulit
dilakukan dan akhirnya kita mengeluh bahwa hidup ini beban. Hidup perlu
dirayakan asal masih memperhatikan kemampuan diri, menikmatilah secara
telanjang dalam diri. Perkembangan jaman, terkadang mengikuti trend yang
kekinian beramai-ramai seperti lomba makan krupuk saat kemerdekaan, tapi ada saatnya
kita menyendiri beberapa saat beberapa menit di toilet, refleksi sebentar
sambari mensyukuri hidup ini. Rikala ramai-ramai senang itu akan kita
pertanyakan?
Dalam karya Darmawan goresan
kanvas memainkan tinta blok balok kecil berwarna hitam biasanya didaerahnya
dinamakan mangsi. Warna latar didombinasi oleh putih dengan ukuran 30 x 40 cm.
Aku adalah tema karya, dimana pergolakan hidup sering dilakahkan dengan egomoni
pada diri Aku. Redamlah keegoan bila tidak akan membuat hidup tidak selaras. *
0 comments:
Post a Comment