lukisan karya Galung Wiratmaja
Senyum- sendiri ketika mengupas pikiran masa lalu,
walaupun gimana waktu tidak mungkin diputar kembali. Tatanan sederhana,
kelembutan jiwa melambaikan senyum menjalani proses kehidupan menapak jaman.
Kerberhalaan dan gula dalam pergolakan yang dialami masih segar dalam ingatan.
Dari sanalah transformasi diri mengolah sendi gemerlap gempuran jaman.
Perubahan adalah mutlak, bila tidak masuk dalamnya akan sulit melepas
kebelengguan. Kaki-kaki yang gatal tak kuasa menahan klimak mengarungi tatanan
sosial lebih banyak tertubi-tubi. Entalah, begitu kehidupan kemesterian hanya
dimiliki sang Maha Tunggal.
Kadang masa lalu berubah rindu yang berat dirasakan
pada akhirnya timbul rasa kedewatan atau mendewakan hal itu. Tapi, jangan terus
diterjerumuskan medium yang tak mungkin diulang. Perubahan makin cepat
bagaimana bisa ikut larut, pokok dari semuanya adalah tetap berpendirian yang
teguh. Identitas diri. Penjelajahan pemaknaan yang juga abstrak, bermacam
karakter timbul pendekatan estetik untuk menemukan unsur-unsur harmoni,
sehingga menciptakan pemaknaan hal tersebut. Kekuatan mengolah pikiran menjadi
imajinasi dengan bahasa diguratif atau majas lainya, pematangan implentasikan
yang penting pula mengenal penjiwaan yang melandasi ide lahirnya karya.
Menelaah masa lalu jika dibuka pada lembaran yang
lebih imajinatif, membalikan masa tersebut kearah yang produktif termasuk
medium berkesenian. Rengkuhan kangen sulit terbendung pelan namun pasti melawan
guratan yang terjadi. Seterusnya. Mungkin, diera yang serba cepat "teknologi
" efiseinsi sebagai iman semesta seperti masa ini, dekap, akrab, jabat
hangat serta kangen yang menonjok pikiran tak harus dirayakan atau dibesarkan
lewat persuan. Mengembangkan derapan teknologi yang terlah terbidani merobohkan
tembok jarak serta robek sekat kendala. Bercumbu, gelak kerabat, senyum dan
tawa sang kawan, celotehan sapaan sejawat tetap bisa dirasakan tanpa harus
bersua langsung. Sah-sah saja bila digunakan bercumbu mengarah pada gemilangnya
masa lalu. Ketika esensi serius akan terlihat canggung dan kaku sehingga
candaan adalah obat menegangkan otak sejenak, berikanlah oksigen otak untuk
bisa disegarkan walaupun waktu yang tidak lama. Aromanya persis seperti makan
makanan yang jarang sekarang ditemui, meski hanya sebuah rasa, maka media sosial
dengan berbagai derivatnya hanya mampu menghadirkan “rasa” persaudaraan, “rasa”
kekeluargaan serta “rasa” silaturahmi. Tapi, patut dipahami bukan pemujaan masa
lalu atau medewakannya, hanya candu kecerian yang terlah terasa hadir saat
dongeng diceritakan orang tua kita pada waktu masih bocah.
Kembali tergiang masa lalu, campur-campur seperti es
yang segar tinggal dilahap karekter-karakter nilai filosofis yang larut
didalamnya. Menyimak hal itu, perupa Galung Wiratmaja mengkerucut ke wilayah
berkesenian. Prinsip-prinsip yang perlu diteladani oleh seniman kini. Seperti
misalnya berkesenian yang murni tanpa distorsi oleh kepentingan lain, bebas
berkreasi tanpa intimidasi mengikuti perasaan dalam lubuk hati. Menghasilkan
sebuah Karya semaksimal mungkin sesuai kemampuan dan tatkala berimplikasi
secara ekonomi itu hanya side efek, dan tidak sungguh bangga mengoleksi
sendiri. Perupa asal Sukawati, Gianyar yang benar-benar menarik perhatiannya
untuk dieskpresikan di atas kanvas. Dirinya terkadang tertarik untuk
menvisualkan waktu lampau, dimana masa yang lalu selalu dianggap tidak menarik
pada masa kini atau periode selanjutnya. Padahal, ada sisi penting yang tidak
ditemui diperiode selanjutnya, contoh masa kerajaan dengan masa berlakunya
sistem republik lebih lagi masa penjajahan dengan kemerdekaan serta mungkin
banyak lagi hal yang kecil untuk diingat secara personal.
Menariknya, Galung dalam karya memilih menvisualkan
vigur dari sudut pandang belakang. Kita tidak menyadari kalau memandang dari
belakang sebagian tidak memperhatikan, ketika dari sudut yang berbeda melihat
sesuatu disinilah ketertarikan dibahas hingga bisik-bisik adalah sarananya. *
0 comments:
Post a Comment