ST. Yowana Bhakti mengerjakan ogoh-ogoh pengiwa (foto/sjd)
Kreatifitas yang dilakukan Sekaha Teruna saat menjelang Hari Raya Nyepi
tahun saka 1940, sebuah kewajiban berkarya terutama pembuatan ogoh-ogoh. Medium
inilah tempat mengembangkan imajinasi mengolah daya kreatif mengkreasi
bahan-bahan membentuk boneka raksana atau lebih akrab ogoh-ogoh. Seram,
menakutkan, muka garang begitu ekpresi wajah ogoh-ogoh yang dibuat
mengkombinasikan unsur bahan-bahan yang ramah lingkungan. Kekuatan dasar sebuah
karya (ogoh-ogoh, red) dinamika sesuai kondisi sekarang yang memagari estetika
dan pakem rujukan panutan.
Seperti dilakukan Sekaha Teruna Yowana
Bhakti, Banjar Sampalan, Desa Pakraman Dalem Setra Batununggul, ogoh-ogoh yang
dibuat menggunakan bahan ramah lingkungan, kerangka badan dibalut anyaman bambu
dibungkus terlebih dahulu dengan kertas yang tak terpakai (koran). Penuturan
pembuatnya, I Dewa Gede Bayu Mahayana saat ditemui dibalai Banjar, menyampaikan
ogoh-ogoh yang kita buat lebih menggunakan bahan ramah lingkungan. Proses
memerlukan kerja yang lebih rumit ketimbang bahan styrofoam. Dikerumitan itu
tidak membebani mengalir saja, disanalah kebersamaan kita mengajak sekaha
teruna nimbrung.
Kata Bayu, tema ogoh-ogoh berupa seorang perempuan kesaktian berubah
menyeramkan, taring menjulang panjang, muka galak bisa dikonotasikan leak.
Sementara ukuran lebih jombo dari sebelum kita buat. Kesaktian ilmu kiri yang
biasa disebut pengiwa salah kaprah digunakan. " pengiwa yang salah
digunakan yang menyebabkan keresahan warga. Tatkala ilmu pengiwa sebagai jalan
mistik tantra bila digunakan sebagai penyeimbang dari ilmu kanan akan lebih
baik menuju keharmoni. *
0 comments:
Post a Comment