Islam Tatadan


Foto tribun bali

Oleh : I Ketut Sandika

Tulisan ini sesungguhnya review hasil kajian saya tentang pluralisme agama yang ada di Bali. Lokusnya, menelisik kehidupan umat Hindu di Bali (nyama Hindu) dan umat Islam (nyama Slam) melalui teropong antropologi sejarah.

Saya melihat Bali adalah masyarakat yang terbuka dengan kebudyaan luar. Origint pointnya, bermula dari zaman Bali Kuno ketika budaya lain diterima sebagai kebudayaan yang senyawa. Hal itu dapat dilihat dari tinggalan efigrafi berupa prasasti Bali Kuno yang menyebutkan saudagar-saudagar cina memberikan persembahan kepada Bhatara Datonta di Turunan (sekarang trunyan). Lebih jelasnya lagi, ketika masa kejayaan raja Jayapangus Arkaja Cihna budaya cina diterima sebagai bagian integral dari penghayatan-penghaytan suci. Konco-konco didirikan bagi mereka saudagar cina yang terdampar di bali utara (cek prasasti Sukawana a).

Berlanjut pada masa berakhirnya babakan sejarah Bali Kuno.

Emperium Gelgel pun terbentuk, pindahan dari Samprangan. Sehingga babakan sejarah Bali baru terbentuk. Pengaruh kebudayaan Majapahit pun diterima dengan terbuka. Kemudian pada fase inilah banyak raja Bali (bentukan Majapahit) melanjutkan kerjasama politis dan ekonomi yang terjalin dari zaman Bali Kuno. Meskipun hubungan itu mengalami pasang surut. Sebab mereka merasa Bali sebagai daerah taklukan Majapahit. Meskipun kenyataanya, trah Bali Kuno masih belum menerima hal itu.

Kedatangan umat Islam dan menetap di Bali bermula dari kedatangan raja -raja Bali ke Jawa. Sepulangnya raja dari Jawa mereka membawa orang-orang Islam yang sangat tunduk pada raja. Sebab ada kontrak politik, perjanjian wilayah, kebebasan menjalankan rukun Islam dst. Tetapi, dengan satu syarat ketundukan mereka mengabdi pada raja. Mereka pun menerima diberikan julukan Islam Tatadan, yakni orang-orang Islam yang ditatad (dibawa) oleh raja dari Jawa ke Bali.

Sesuai dengan perjanjian, Islam tatadan diberikan wilayah berdekatan dengan puri, rumah ibadah berupa mesjid didirikan. Akhirnya, mereka dapat hidup berdampingan dengan umat Hindu sehingga ada sebutan "nyama slam, banten slam-banten kafir". Tidak itu saja, nyama slam pun terlibat dalam beberepa perang besar melawan Belanda. Kiprah mereka tidak diragukan lagi, sebab puri/raja adalah anutan mereka dalam berkehidupan. Sebut saja nyama slam di pegayaman, slam saren jawa, slam kampung jawa Gelgel Klungkung dan wilayah lainnya, mereka hidup harmoni dan rukun. Bahkan nyama slam di Gelgel, lebah Klungkung hinga 1970 an masih diberangkatkan naik haji oleh pihak puri Klungkung.

Semua itu menunjukkan pluralisme agama yang dianut raja-raja Bali, dan ketaatan nyama slam pada perjanjian serta ketundukan mereka pada raja/pihak puri. Sebab bagaimanpun keberadaan mereka di Bali atas kemurahan raja. Kesetiapun harus dijunjung, "nyunjung raja belapati, tan kasor maring satru" artinya "menjunjung raja, membela sampai mati, tidak kalah oleh musuh".

Namun kini, pluralisme mulai terkoyak. Gesekan pun mulai muncul. Tokoh-tokoh yang melek sejarah dari nyama slam telah menjauhkan dirinya dari hiruk pikuknya beragama. Mereka lebih memilih menekung di bilik kesunyian. Mereka menyerah pada hegemoni generasi baru yang telah menimba ilmu dari pesantren dan ustad-ustad dari Jawa. Terlebih banyak dari mereka membawa ideologi radikal buah dari ziarah mereka ke Mesir, Arab dan daerah lainnya. Belum lagi, nyama slam telah terdesak akibat dari munculnya Islam yang mengusung identitas baru, terutama umat Islam perkotaan, sehingga adonan nyama hindu dan nyama slam tidak lagi garing, enak dan nikmat.

Banyak generasi baru menasehati yang tua, bahwa "beragama mesti islam yang murni. Jangan menjadi islam pengorengan, pergi ke tempat orang kafir, mengikuti ritual kafir, jangan gunakan nama kafir, seperti Nyoman Abdulah ganti menjadi Abdulah Abdul Azis. Sebab sorga bagi kita menjalankan syarikat terlebih menjadikan dunia sebagai Khilafah....."( petikan wawancara, identitas disembunyikan). Jika sudah demikian, yang tua tidak kuasa melawan, maka wajah nyama slam di Bali sebagai Islam Tatadan bukan tidak mungkin ke depannya akan menjadi Islam radikal. Tapi semoga tidak, sebab beberapa tradisi antara nyama slam dan nyama hindu masih tetap dijalankan hingga kini. Kebertahanan mereka semoga tidak terusik oleh ideologi baru yang justru intoleran. Tidak pula meyakini imam-imam baru yang sarat kepentingan dan keakuan, sebab hingga kini beberapa dari mereka masih ingat sejarah dan mebathinkannya pada relung-relung hati mereka. Sebab Islam yang sesungguhnya adalah hidup damai guna mendapatkan Hidayah.

#rahayu

#savenyamaslam

#Wasallam


Share on Google Plus

wak laba

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments:

Post a Comment

http://waklaba.blogspot.com/. Powered by Blogger.