majalah seasia menempatakan Nusa Penida nomor satu top Backpacking
Banyak yang membagikan tautan ataupun e-banner Nusa
Penida No. 1 yang dicari backpaker.
Seorang teman bertanya, apa maknanya?Menurutmu
bagaimana?
Sebelum menjawab itu, mari kita belajar secara
obyektif apa itu backpaking.
Backpaker adalah sebutan bagi wisatawan yang biasanya
membawa tas ransel kemana-mana ketika berlibur. Ia membawa tas besar membawa
keperluannya selama liburan. Termasuk ketika ia kemalaman dialam terbuka ia
akan menggelar tikar dan tenda.
Backpaker kategori wisatawan solo traveller, walaupun
ada juga bergroup, tapi tak banyak. Solo traveller biasanya secara perorangan.
Menginapnya pun biasanya di hostel, homestay maupun guesthouse. Ataupun
penginapan murah, restoran terjangkau harganya dan transportasi umum.
Itu pula yang menyebabkan ada sebutan backpaker
sebutan bagi wisatawan kelas murah. Walaupun sebutan itu tidak sepenuhnya
benar.
Lalu ketika Nusa Penida Nomer 1 sebagai wisatawan
Backpaker apa maknanya?Maknanya adalah itu gambaran pariwisata Nusa Penida yang banyak
dicari backpaker. Penilaian itu tentunya dengan indikator dan atas penilaian
wisatawan sendiri disebuah web hostellworld misalnya.
Dampaknya penghargaan ini apa?Tentunya
penghargaan ini akan membuat mindset masyarakat dunia terhadap pariwisata Nusa
Penida sebagai pariwisata backpaking. Selanjutnya akan lebih banyak wisatawan
seperti ini datang.
Apakah ini anugerah atau musibah?
Tentunya kita harus melihat trend wisatawan dunia.
Secara umum pola konsumsi dunia berubah termasuk cara berwisata. Masyarakat
dunia pola konsumsinya bergeser mengandalkan digital sebagai pusat informasi.
Disrupsi pariwisata disini justru munculnya.
Untuk itu trend wisatawan dunia cenderung menyenangi
experience atau pengalaman dengan melakukan berbagai aktivitas. Aktivitas itu
yang akan ia bagikan ke laman media sosialnya sebagai ajang existensi.
Cenderung ia akan mencari harga murah dengan
membandingkan harga di internet. Kalau bicara pariwisata quantity ini adalah
anugerah. Termasuk Nusa Dua yang dikenal destinasi mahal huniannya menurun
menurut sejumlah kalangan akibat trend pola konsumsi kaum millenial.
Namun dampak pariwisata yang murah juga banyak.
Sampah, kriminal dan masalah sosial lainnya akan meningkat. Mengingat banyaknya
wisatawan kelas begini tentunya akan menguji daya dukung lingkungan. Misalnya
kebutuhan Air akan banyak dibutuhkan,,terutama di daerah kepulauan. Sekarang
saja kita megap-megap masalah air.
Disinilah pro dan kontra terjadi terkait Nusa Penida
sebagai No. 1 wisatawan backpaking. Yang setuju karena yang penting ramai, yang
tak setuju karena terkesan murahan dan banyak masalah akan muncul.
Lalu apa solusinya agar Nusa Penida secara perlahan
menjadi patiwisata berkelas yang lebih mahal?
Ada barang berkualitas, baru ada harga. Artinya
tingkatkan pelayanan publik seperti fasilitas umum seperti toilet di setiap
obyek wisata, menata pelabuhan, meningkatkan SDM pelaku wisata, sampah
dikelola,,keamanan yang baik, kenyamanan baru filter wisatawan itu.
VOA atau visa berbayar adalah cara memfilter jenis
wisatawan ke suatu Negara. Dengan dikenakan biaya tentunya jumlahnya akan lebih
sedikit datang tapi yang punya duit.
Nusa Penida punya restribusi 25 ribu. Dengan adanya
pungutan itu sebenarnya cara memfilter tapi fasum atau fasilitas umum dibenahi
juga.
Sehingga secara perlahan ketika fasum
dibenahi,,restribusi dinaikan, baru harga transport, akomodasi dinaikan.
Semua berdampak, memiliki konskwensi. Penghargaan
hanyalah suatu gambaran, memaknai dampaknya jauh lebih penting dengan melakukan
langkah-langkah antisipasi.(*)
0 comments:
Post a Comment