Warna-warni budaya yang terbentang luas dan elok suatu
kelebihan yang dimiliki Nusantara, kemajemukan budaya dan sosio kultur menarik
disimak. Tapi, dibalik kemajemukan jika tidak bisa mengendalikan hegomoni dan
menjurus sentris akan runyam. Terlepas dari itu dilihat dari kaca mata sangat
penuh warna, bagaimana merayakan keanekaragaman jangan lupa memelihari ikatan
emosional agar tidak emosional mengarah pada yang lainya. Disulut maupun cara
lainya yang membuyarkan bhineka sangat riskan dan rapuh bila sedikit saja angin
berhembus.
Apa yang dilakukan perupa Minang, Sumatra Barat dalam
merangkul pergaulan seni mereka dengan perupa lainya khususnya diluar Sumantra
yakni Jawa (Jogjakarta) lebih lagi Bali. Merespon keragaman yang dimiliki
setiap perupa dari masing-masing daerah. Patut diacungkan jempol mampu
merekatkan perbedaan dari perbedaan yang ada. Luar biasa. Tak berhenti disana,
jalinan komunikasi dan pergaulan terus dipupuk dan dipelihara dengan apik
sebagai upaya menanamkan kebersamaan dalam medium berkesenian. Pameran bersama
lintas daerah dalam satu tenpat adalah jawaban dari pergaulan selama ini diluar
daerahnya sendiri, tantangan pasti ada dimana pameran menghapus dahaga perupa
secara masing-masing mempunyai ide dan kreasi sendiri. Konsep seperti inilah
angin segar memberikan oksigen seni bagi perupa sekaligus menambah wawasan
berksenian. Diskusi tak terbantahkan terus mengalir dari perupa muda sementara
perupa yang senior bertutur tentang pengalamannya.
Cerita demi cerita menarik diceritakan oleh perupa
dari lintas daerah dalam pengembaraan perupa muda mencari kebatilan ilmu dan
pengalaman. Japuik Taboa adalah tema pameran yang menyatukan perbedaan yang ada
dengan pemikiran yang optimis dan semangat menyala merespon tantangan global.
Jika ditelusiri kata Japuik Tabao dalam Bahasa Indonesia berarti jemput dan
Tabao berarti terbawa, jadi Japuik tabao adalah jemput dan terbawa, dalam
pengertian lain bisa juga dikatakan sebagai " apa" yang kita tuju
atau yang diinginkan akan tercapai. Pada awalnya Japuik Tabao merupakan respon
terhadap tantangan ide dari saudara perupa Stefan Buana dari Barak Seni
Yogjakarta untuk melakukan pameran di Taman Budaya Yogjakarta pada tahun 2016
silam dan kini saat melanjutkan tatangan tersebut untuk berpameran di Bentara
Budaya Bali. Pusat seni rupa yang mana bertumpu pada Bali setelah Jogjakarta.
Proses persiapannya, Japuik Tabao hadir dengan " Sabiduak Sarangkuah
Dayuang " dalam artian semuanya berkumpul tanpa membedakan, saling rangkul
satu ikatan seni dalam mencapai tujuan serta harapan bersama.
Perupa yang berpartisipasi pada pameran ini bukan saja
berasal dari Sumantra Barat saja, melainkan ada juga yang dari Jogja dan Bali.
Latar belakang keberagaman suku, budaya, ras, kepercayaan, dan lainya, dari
semua perupa yang ikut. Perbedaan tersebut sepertinya mekar dan berkembang
semangat yang lebih saling komunikasi dan kerjasama adalah kunci terciptanya
pameran ini.
Rain Rosadi dalam kurasinya sebagai penulis pameran
bahwa jaringan yang dibangun Japuik Tabao ini mengalir secara organik, namun
dikelola dengan sungguh-sungguh. Pada mulanya memberi kesempatan pada para
perupa Minang untuk pameran bersama dengan para seniman yang tinggal di Bali,
namun sejalan komunikasi dan jejaring dengan perupa Bali, dilanjutkan dengan
perupa pulau Dewata dengan format yang hampir sama. Bali, Jogja dan Sumatra
Barat menjadi tiga simpul yang bisa jadi berkembang ke aksi-aksi berikutnya
sejalan dengan berkembangnya jejaring mereka yang dirintis. Sehingga dinamika
diskusi, interaksi, dan aksi-aksi bersama diantara para seniman. Japuik Tabao
bukan lagi milik seniman asal Minang, tapi menjadi simpul bagi rintisan
jejaring yang lebih besar. Membayangkan jejaring seperti ini terbentuk di
sekujur bumi Nusantara, maka seni rupa di tanah air akan lebih dinamis dan
membawa semangat keberagaman.
Hal serupa penuli Ristiyanto Cahyo Wibowo didapuk
sebagai penulis pameran tersebut, dalam hal ini pada aspek visualitas kekaryaan
mengendepankan atas daya rasa. Merasakan sesuatu, menampilkan kemampuan dalam
menyatakan perasaan secara spontan, secara fantasi yakni serangkaian kejadian
atau gambaran perilaku yang dikhayalkan agar siap untuk kejadian-kejadian yang
akan diantisipasi kemuadian hari. Juga secara impuls, suatu keinginan pada
desakan naluri. Intisari dari masing-masing karya sepenuhnya dalam ketahuan
mereka yang membuat. Karena, bahan yang dilekatkan pada media memuat limpahan
maksud yang tidak bisa disamakan dengan kata. Atau, bahkan tidak dimaksudkan
apapun, sebatas energi kreatif yang ditujukan ke luar diri sendiri. Seperti
mengucap secara visual, bukan memvisualkan benda. Sebagaimana dikatakan oleh
seorang perupa diantara mereka yang ikut dalam pameran ini, bahwa waktu
sangatlah berharga. Maka menjadi penting untuk terus belajar, menghargai akan
kemampuan diri sampai kepada daya hidup yang berguna.
Berasal Dari Kebaikan
Mari bersama-sama mengucapkan Japuik Tabao dalam rasa cinta dengan kenyakinan tinggi. Untuk kemudian menjadi stimulansia tiap-tiap keinginan sampai terwujud. Pengutaran tersebut tumbuh di Barak Seni Stefan, mempertemukan tanpa embel-embel kedaerahan, melebur jadi satu-kesatuan strata keilmuan, usia, sampai cara berbicara. Kesemuanya diajak untuk saling memahami, mengolah bahasa visual dan merawat kekerabatan agar menjadi baik. Dalam pertemuannya, mereka saling menyeru melanjutkan gagasan-gagasan sampai babak akhir pameran bersama. Kegiatan pameran dinilai bisa sebagai wahana silahturahmi. Menampilkan capain, temuan progresitas kekaryaan, serta aktualisasi mengwujudkan potensinya sendiri. Pameran adalah media diplomasi, upaya-upaya memberikan kontribusi kepada masyarakat luas melalui seni rupa. Terlebih sebagai pembekalan untuk yang masih awal dalam berkesenian.
Berikut para perupa yang berpartisipasi dalam pameran
bersama Japuin Tabao dinataranya Ade Jaslil Putra, Andre Venandro, Diana
Puspita Putri, Dosra Putra, Genta Putra Mulyawan, Harlen Kurniawan, Ibnul
Mubarak, I Gusti Ngurah Putu Buda, Iman Teguh, Jack Budi Kurniawan, Jesca
Delaren, Khairul Mahmud, Kharisma P Natsir, Muslimaniati, Nasikhul Amin
Alzikri, Norma Fauza, Nyoman Sujana Kenyem, Pitta Pawiroz, Prisma Nazara,
Ramadhan Fitra, Rangga Anugrah Putra, Ridhotullah, Riska Mardatillah, Rusdi
Hendra, Seppa Darsono, Syafrizal, Teguh Sariyanto, Togi Mikkel Saragitua, Ni
Luh Gede Vonu Dewi Sri Partani, William Robert, Yasrul Sami, Yudha Wibisono,
Zulfa Hendra, Ristiyanto Cahyo Wibowo, Rain Rosidi, Stefan Buana & Putu
Bonuz.
Oleh : Santana Ja Dewa
keren euy,..matursuksme-semoga terjalin selalu persaudaraan-kebhinekaan.
ReplyDelete