Sekaha Teruna Eka Putra, Batumulapan menggelar apel bendera di pantai setempat (foto/sukara)
BATUNUNGGUL,
Peringatan Hut RI biasanya melakukan apel bendera ditanah lapang atau tempat
terbuka, beda yang dilakukan Sekaha Teruna Eka Putra Desa Pakraman Batumulapan,
Desa Batununggul ,Kecamatan Nusa Penida. Peringatan hari kemerdekaan yang ke-72
peserta yang merupakan sekah teruna diajak apel bendera di pesisir pantai
setempat. Kostum yang digunakan kamben dan udeng tidak menggunakan baju khusus
untuk pria sementara perempuannya menggunakan adat
madya.
Tatakala
surut, garis pantai yang membentang cukup luas sekira pkl. 16.30 wita apel
bendera dilangsungkan. Berpacu kondisi pasang surut menjadi alasan apel bendera
digelar sehari Hut RI. Hal ini penuturan Ketua ST Eka Puta I Putu Agus
Widiantara saat dikomfirmasi diakhir acara, Rabu (16/8). Ia menyampaikan apel
bendera yang dilakukan di pantai salah bentuk kita terhadap negara tercinta.
Isu-isu pelemahan dan mencabik-cabik keutuhan pancasila sering kita jumpai dan
bersliweran terutama di sosial media. Miris melihat kondisi tersebut, kami
sebagai anak bangsa melalui acara ini merawat kembali rasa cinta dan
kebhinekaan mengairahkan tiap pemuda khusus yang ada di Batumulapan serta
secara keseluruhan.
"
acara seperti merupakan implementasi kita sebagai pemuda memberikan pesan
melalui " performance ". Selain apel bendera pembacaan puisi tentang
bagiamana air mata garuda menetas melihat kondisi seperti sekarang ini,"
tegasnya.
Apel
bendera berjalan sedemikan rupa, pembukaan acara disajikan berupa kirab
bendera. Petugas sebanyak tiga orang berlari dari arah barat menuju lokasi
jalannya apel. Air dibawah lutut tegas kaki telanjang menapaknya. Deru ombak
menyertai selayaknya sebagai alunan nada tempo jalanya apel.
"
sesuatu hal baru buat mereka dengan cara seperti ini pemahaman dan lebih mudah
mengshare arti sebuah cinta tanah air. Berangkat dari kegelisahan melihat
situasi yang terjadi pelemahan pancasila sebagai simbol negara tercabik.
Diskusi dengan perupa serta insan seni lahirnya ide ini, " kata pengagas
acara I Dewa Gede Sentana.
Ia
menjelaskan puisi yang dibaca, pergolakan saat pergerakan para pejuang bertahan
demi negara tercinta bahkan darah dan nyawa jadi taruhan demi tegaknya bendera
merah putih diujung tiang menembus cakrawala. " Kok sekarang kita
meributkan hal-hal sepele yang menjadi runyam mungkin garuda gemetaran dan
meneteskan air mata melihat kondisi yang terjadi sekarang," tuturnya.*
0 comments:
Post a Comment