DENPASAR
---- Karya performance art I Gede Made Surya Darma kali ini merespons situasi
pandemi Covid-19 yang melanda dunia saat ini. Surya Darma notabene tergabung
dalam pameran senirupa bertajuk “ Sip Setiap Saat “ yang digelar di Griya
Santrian Hotel Sanur, menampilkan beragam karya. Surya Darma salah satunya,
sejumlah perupa juga menyuguhkan performance art.
I
Gede Made Surya Darma menampilkan kembali karya performance art-nya yang pernah
dibuat di Museum Nasional Bangalore, India pada tanggal 11 sampai 25 November
2011 dalam sebuah Festival Performance art International “ DAWN-DUSK LIVE ART
2011”. Karya ini dikalaborasikan dengan lukisannya yang berjudul Pedanda Baka,
dikarenakan adanya kedekatan konsep. Dipilihnya kolam renang sebagai tempat
performance art karena
"kejadiannya"
sama-sama di dalam air. Dalam pentas seni ini Surya Darma berkolaborasi dengan
musisi DJ Kamau Abayomi dari California America, seorang dalang wayang kulit
dari Sanggar Seni Kembang Bali, yaitu I Putu Purwwangsa Nagara (Wawan Bracuk ),
D Jimmy Tedjalaksana (musisien dan founder Virama Music studio ), dan I Kadek
Dedy Sumantra Yasa (seniman).
Dalam
performance art tersebut Surya Darma menutupi kolam renang dengan berbagai
macam bunga, sebagai simbol dari paradise itu sendiri atau keindahan kehidupan
duniawi. Sedangkan lukisan Pedanda Baka dibiarkan menggambang di antara taburan
bunga di dalam kolam renang tersebut. Itu mengandung makna bahwa kearifan lokal
atau cerita rakyat seperti Pedanda Baka, banyak mengandung pesan moral yang bisa
dijadikan sesuluh hidup. Di sisi lain Surya Darma menebarkan print di atas
kertas mengenai sejarah virus yang melanda dunia dan dampak yang ditimbulkan--
merekonstruksi sejarah virus, sebagai perenungan untuk selalu waspada.
Dalam
garapan seni itu, ia mengawali dengan melantunkan tembang Alas Arum. Tembang
ini biasanya dinyanyikan dalang sebelum pementasan cerita pewayangan. Surya
Darma memaknai itu sebagai simbol bahwa Tuhan dalam menciptakan alam, diawali
getaran atau alunan suara indah yaitu AUM atau OM. Surya Darma mencoba
merefleksikan proses penciptaan alam itu dengan melantunkan tembang dan
direspons alunan suara gender, gitar, Dj, musik Didgeridoo dan jimbe.
Selanjutnya Surya Darma menaburkan bunga ke dalam kolam renang, sebagai simbol
makrokosmos. Lukisan Pedanda Baka yang diambangkan di air itu sebagai simbol
tatwa dari kearifan cerita Tantri itu sendiri.
"Saya
mengambang di permukaan air dengan tebaran bunga dan kertas yang diprint
tentang sejarah virus melanda dunia. Mata saya ditutup sebagai simbol bahwa
tidak bisa jelas melihat mana yang benar mana yang salah. Seolah-olah buta
dalam kegemerlapan kehidupan duniawi. Dengan adanya situasi dunia yang tidak
menentu tersebutlah, saya ingin mengajak audience untuk memaknai kembali
kearifan lokal dari cerita tradisional Pedanda Baka, maupun cerita rakyat lokal
lainnya, sebagai sesuluh hidup pada era kekinian, " ujar Pelukis lulusan
ISI Yogyakarta ini selain memajang karya berjudul "Pedanda Baka",
juga menampilkan performance art berjudul " Blind In Paradise".
Terinspirasi
dari Cerita Tantri
Karya
lukis Pedanda Baka yang dipamerkan Surya Darma terinspirasi dari cerita Tantri.
Karya itu dipamerkan bersama karya lain dari sejumlah perupa dalam ajang gelar
senirupa bertajuk “Sip Setiap Saat” di Griya Santrian Hotel, Sanur, sejak Senin
(28/12) lalu.
‘’Sebagai
salah satu cara untuk merespons situasi pandemi COVID-19 yang saat ini melanda
dunia, saya berupaya memaknai kembali cerita Wayang Tantri yang mengisahkan
cerita Pedanda Baka yang saya tuangkan ke dalam kanvas. Walaupun cerita ini
sudah sangat tua, namun pesan yang disampaikan sangat relevan dengan era
kekinian,’’ ujar pelukis yang sempat berpameran di sejumlah negara seperti
Jepang, Jerman, India, Myanmar, Filipina dan Malaysia itu.
Dikatakan,
pada zaman serba online dan era disruption saat ini, pesan yang ada dalam
cerita tersebut penting dimaknai. Cerita Pedanda Baka tersebut menurutnya
sangat relevan dijadikan sesuluh hidup agar kita selalu waspada, sehingga tidak
mudah terkena tipu. Sebab, kasus penipuan dalam berbagai bentuk dan cara,
sering terjadi, baik melalui internet maupun offline. Dengan memaknai kisah
cerita Pedanda Baka, seseorang juga diharapkan tidak melakukan penipuan. Jika
itu dilakukan, lambat laun buah karmanya akan diterima. Jangan menyalahgunakan
kepandaian untuk menipu sesama.
Menurut
Surya Darma, kisah certa rakyat banyak mengandung nilai budi pekerti. Pada masa
pandemi ini, ketika anak-anak belajar dari rumah, orangtua perlu juga membantu
membentuk karakter anak dengan nilai-nilai budi pakerti. Nilai budi pakerti itu
banyak terdapat dalam kisah cerita rakyat, seperti cerita Pedanda Baka. Nilai
etika dalam cerita Pedanda Baka dapat dijadikan rujukan dalam bersikap dan
berperilaku dalam kehidupan sehari-hari, menghadapi era revolusi industri 4.0
ini.
Surya
Darma dalam lukisan berukuran 185 x 280 cm itu menggambarkan seekor burung
kuntul (Pedanda Baka) berpura-pura bijak, mengenakan jubah pendeta untuk menipu
ikan-ikan di sebuah telaga. Pedanda Baka berpura-pura membantu memindahkan ikan-ikan
itu ke telaga yang lebih luas, tetapi kenyataannya semuanya dijadikan santapan.
Namun, karma segera berbuah. Ia mati dicekik kepiting, karena diketahui ulah
bejatnya, menipu. Pedanda Baka mati karena ulahnya sendiri. (*)
0 comments:
Post a Comment