Apakah
drama gong itu…? Sebuah pertanyaan terlontar dari seseorang yang mempunyai
keingin tahuan tentang drama gong.
Drama
gong kalau di artikan adalah sebuah seni pertunjukan meliputi seni tari
yang di gabungkan dengan seni tabuh sehingga menjadi satu kesatuan yang indah
dan di hiasi canda tawa, tangisan, kesedihan dan kebahagian.
Mengapa
demikian…? Karena drama
gong mengambil alur cerita kehidupan dari jaman
kerajaan di mana cerita itu di ambil di sesuaikan dengan kisah kehidupan jaman
raja-raja jaman dulu yang di kemas sedemikian rupa sehingga menjadi suatu seni
pertunjukan yang menarik dan menghibur para penggemarnya.
Drama
Gong adalah sebuah bentuk seni pertunjukan Bali yang masih relatif muda usianya
yang diciptakan dengan jalan memadukan unsur-unsur drama modern (non
tradisional Bali) dengan unsur-unsur kesenian tradisional Bali. Dalam banyak
hal Drama Gong merupakan pencampuran dari unsur-unsur teater modern (Barat)
dengan teater tradisional (Bali). Nama Drama Gong diberikan kepada kesenian ini
oleh karena dalam pementasannya setiap gerak pemain serta peralihan suasana
dramatik diiringi oleh gamelan Gong (Gong Kebyar). Drama Gong diciptakan
sekitar tahun 1966 oleh Anak Agung Gede Raka Payadnya dari desa Abianbase
(Gianyar). Diakui oleh penciptanya bahwa Drama Gong yang diciptakan dengan
memadukan unsur-unsur drama tari tradisional Bali seperti Sendratari, Arja,
Prembon dan Sandiwara dimaksudkan sebagai sebuah prembon (seni campuran)
modern.
Unsur-unsur
teater modern yang dikawinkan dalam Drama Gong antara lain :
* tata dekorasi
* penggunaan sound efect
* akting
* tata busana
* tata dekorasi
* penggunaan sound efect
* akting
* tata busana
Karena dominasi dan pengaruh kesenian klasik atau tradisional Bali masih begitu kuat, maka semula Drama Gong disebut "drama klasik".
Adalah I Gusti Bagus Nyoman Panji yang kemudian memberikan nama baru (Drama Gong) kepada kesenian ini berdasarkan dua unsur baku (drama dan gamelan gong) dari kesenian ini. Patut dicatat bahwa sebelum munculnya Drama Gong di Bali telah ada Drama Janger, sebuah kesenian drama yang menjadi bagian dari pertunjukan tari Janger. Dalam banyak hal, drama Janger sangat mirip dengan Sandiwara atau Stambul yang ada dan populer sekitar tahun 1950.
Drama Gong adalah sebuah drama yang pada umumnya menampilkan lakon-lakon yang bersumber pada cerita-cerita romantis seperti cerita Panji (Malat), cerita Sampik Ingtai dan kisah sejenis lainnya termasuk yang berasal dari luar lingkungan budaya Bali. Dalam membawakan lakon ini, para pemain Drama Gong tidak menari melainkan berakting secara realistis dengan dialog-dialog verbal yang berbahasa Bali.
Para pemeran penting dari Drama Gong adalah:
* Raja manis
* Raja buduh
* Putri manis
* Putri buduh
* Raja tua
* Permaisuri
* Dayang-dayang
* Patih keras
* Patih tua
* Dua pasang punakawan
Para
pemain mengenakan busana tradisional Bali, sesuai dengan tingkat status sosial
dari peran yang dibawakan dan setiap gerak pemain, begitu pula perubahan
suasana dramatik dalam lakon diiringi dengan perubahan irama gamelan Gong
Kebyar. Masyarakat Bali mementaskan Drama Gong untuk keperluan yang kaitannya
dengan upacara adat dan agama maupun kepentingan kegiatan sosial. Walaupun
demikian, Drama Gong termasuk kesenian sekuler yang dapat dipentaskan di mana
dan kapan saja sesuai dengan keperluan. Kesenian Drama Gong inilah yang memulai
tradisi pertunjukan "berkarcis" di Bali karena sebelumnya pertunjukan
kesenian bagi masyarakat setempat tidak pernah berbentuk komersial. Drama Gong
mulai berkembang di Bali sekitar tahun 1967 dan puncak kejayaannya adalah
tahun1970. Pada masa itu kesenian tradisional Bali seperti Arja, Topeng dan
lain-lainnya ditinggalkan oleh penontonnya yang mulai kegandrungan Drama Gong.
Panggung-panggung besar yang tadinya menjadi langganan Arja tiba-tiba diambil
alih oleh Drama Gong. Namun semenjak pertengahan tahun 1980 kesenian ini mulai
menurun popularitasnya, sekarang ini ada sekitar 6 buah sekaa Drama Gong yang
masih aktif.
Drama
Gong yang merupakan salah satu asset seni budaya bali yang begitu indah,akan
kah kini tergerus jaman di tinggalkan oleh penggermarnya, ini seharusnya
menjadi kajian pemerintah agar menjadi pertimbangan untuk kembali membangkitkan
dan memasyarakatkan kesenian drama gong yang merupakan salah satu asset
kesenian bali.
Sekarang
ini drama gong ibarat mati suri, gimana tidak drama gong yang kita tonton dalam
seni pertujukan yang indah dan menghibur itu hanya dapat kita saksikan jika ada
Pawai Kesenian Bali saja, setelah pesta kesenian bali usai, drama gong jarang
sekali bahkan susah dan sulit dapat kita saksikan kembali kalaupun ada itu
dapat di hitung dengan jari, berapa kali dan itupun hanya pemutaran video
ataupun dokumentasi Pawai Kesenian Bali yang di tanyangkan ulang.
Milis
rasanya kita sebagai penggemar Drama Gong yang mempunyai seniman-seniman handal
namun kiprahnya kini tidak bisa seperti dahulu, kami tidak menyalahkan seniman
ataupun pemerintah namun kesempatan untuk mereka berkarya sepertinya kalah
dengan penayangan sinetron yang jumlahnya berjubel.
Setelah itu sempat
mandeg maska meninggalnya para seniman setempat dan kini drama gong Nusa Penida
mulai menggeliat dan eksis di dunia kesenian bali.Drama Gong di NusaPenida hingga kini tetap eksis meskipun pementasannya hanya dilakukan setiap enam bulan sekali di Desa Pakraman Batumulapan, yakni saat piodalan di Pura Dalem setempat pada hari anggar kasih Medangsia.
Setiap tahunnya kelompok seni ini selalu melakukan regenerasi dan rata-rata diambil dikalangan remaja mulai usia 14 sampai 30 tahun. “Disamping melestarikan budaya bali kami sengaja mengajak remaja berkiprah di seni drama semata-mata untuk menumbuhkan rasa kebanggaan terhadap seni budaya Bali,” ungkap Agus.
“ Mari Kita Dukung Kebangkitan Drama Gong ”
0 comments:
Post a Comment