Sunday 6 January 2019

Kautamaan Pangiwan


Oleh : I Ketut Sandika
Sedari kecil saya terdoktrin, bahwa Pangiwan adalah jalan kiri yang menyesatkan, dan jalan ekstream kaum Tantrik yang membawa pada kemerosotan moralistik dan kehancuran. Jalan yang selalu bergumul dengan dunia sihir, ilmu hitam dan semacamnya, sehingga lama terpatri dalam benak saya bahwa jalan ini sedapat mungkin “harus” dihindari, sebab hanya diperuntukkan bagi mereka yang senang dengan dunia kiri.
Namun dibalik semua itu, ada rasa penasaran saya terhadap jalan Pangiwan ini. Kenapa jalan ini demikian dikonotasikan dengan hal-hal yang membawa pada distorsi moral. Apakah memang benar demikian, dan apa ada unsur kesengajaan dari orang-orang tertentu melekatkan jalan Pangiwan sebagai jalan yang demikian, sebab sangat rahasialah jalan ini. Jalan kiri yang memungkinkan seseorang untuk dapat secara cepat mengakses jalan peleburan guna kembali kepada “Sunya”.
Jika, jalan ini dibiarkan begitu saja diketahui orang banyak, maka peradaban akan musnah sebelum waktunya, sebab semuanya akan mengalami peleburan kepada Sunya. Selain itu, kemungkinan yang paling mengerikan jika jalan ini diketahui oleh orang-orang yang belum siap, maka kehancuran peradaban akan terjadi, sebab bukan tidak mungkin kekuatan yang didapat melalui jalan Pangiwan akan mereka jadikan tirani dalam kekuasaan.
Dijelaskan dalam teks-teks tutur Pangiwan, betapa mahadasyatnya kekuatan yang akan didapat orang yang benar-benar berada di jalan ini. Lihat saja, beberapa kalimat dari manggala teks (bait doa awal pada teks Pangiwan) selalu menyerukan bahwa jalan ini adalah jalan Wekasing Uttama (Tujuan yang Utama). Siapapun yang mendalami laku ini, maka semua makhluk dan entitas akan tunduk dan “asih”. Bahkan para Dewa pun akan memberikan kasih sayang dan anugerah apapun kepada mereka yang benar-benar berada di jalan ini. Tidak saja para Dewa, bahkan para Bhuta pun akan menunduk di bawah telapak kaki orang-orang yang belajar Pangiwan.
Kekuatan agar semua tertunduk, mengasihi dan memberikan anugerah inilah yang dicari oleh orang kebanyakan. Konon raja-raja Nusantarapun melakukan praktik Tantra kiri dalam mereka melanggengkan kekuasaannya. Tetapi, semuanya menjadi terjebak oleh pemanfaatan daya-daya sakti siddhi tersebut. Hal inilah yang kemudian sangat memungkinkan bahwa Jalan Pangiwan sengaja dirahasiakan dan disembunyikan melalui pensesatan yang terstruktur oleh para guru waskita Tantra yang sudah mengetahui bahaya dari jalan ini. Padahal, jalan ini adalah jalan kelepasan dan pembebasan diri ketika orang yang menekuni mampu melampaui keterikatan diri terhadap daya-daya sakti-siddhi (gaib).
Jelas disebutkan bahwa jalan Pangiwan adalah cara “Mayoga” di mana ada teknik-teknik khusus agar seseorang mampu melakukan kendali atas daya-daya gaib. Seperti dalam kutipan teks Pangiwan (koleksi pribadi) disebutkan “Mayoga pwa sira marep purwa, angeka citta, mamati bayu, masadhana suci laksana, anunggalang jnana, ngelebur sabda-bayu mwang idep lan amati-mati trigunas.” Jelas disana disebutkan jalan Pangiwan adalah jalan Yoga, melakukan kendali terhadap citta/pikiran, mematikan reaksi dari pikiran, menyatukan pengetahuan, melebur ucapan, tindakan dan pikiran serta mematikan Triguna dalam indria, dan masih banyak lagi laku Yoga serta laku membathinkan diri melalui ritual tubuh, mengkorelasikan aksara dalam diri dengan aksara di Bhuwana Agung.
Saya merasa jawaban dari segala persoalan kehidupan selama ini yang dihadapi dunia ada pada jalan ini. Krisis multidimensional di berbagai belahan bumi akan ditemukan solusinya pada jalan kiri ini yang sudah teruji membawa perdaban Nusantara pada puncak kemegahannya, dan secara spirit masih terpancar kuat di bumi Nusantara.
“Tanpasirna tanpailang kertaning bumi ing Nusantara.”
#rahayu
* penulis Buku Tattwa
Dosen IHDN Denpasar


No comments:

Post a Comment