Oleh : I Ketut Sandika
Sedari kecil saya terdoktrin, bahwa Pangiwan adalah
jalan kiri yang menyesatkan, dan jalan ekstream kaum Tantrik yang membawa pada
kemerosotan moralistik dan kehancuran. Jalan yang selalu bergumul dengan dunia
sihir, ilmu hitam dan semacamnya, sehingga lama terpatri dalam benak saya bahwa
jalan ini sedapat mungkin “harus” dihindari, sebab hanya diperuntukkan bagi
mereka yang senang dengan dunia kiri.
Namun dibalik semua itu, ada rasa penasaran saya
terhadap jalan Pangiwan ini. Kenapa jalan ini demikian dikonotasikan dengan
hal-hal yang membawa pada distorsi moral. Apakah memang benar demikian, dan apa
ada unsur kesengajaan dari orang-orang tertentu melekatkan jalan Pangiwan
sebagai jalan yang demikian, sebab sangat rahasialah jalan ini. Jalan kiri yang
memungkinkan seseorang untuk dapat secara cepat mengakses jalan peleburan guna
kembali kepada “Sunya”.
Jika, jalan ini dibiarkan begitu saja diketahui orang
banyak, maka peradaban akan musnah sebelum waktunya, sebab semuanya akan
mengalami peleburan kepada Sunya. Selain itu, kemungkinan yang paling
mengerikan jika jalan ini diketahui oleh orang-orang yang belum siap, maka
kehancuran peradaban akan terjadi, sebab bukan tidak mungkin kekuatan yang
didapat melalui jalan Pangiwan akan mereka jadikan tirani dalam kekuasaan.
Dijelaskan dalam teks-teks tutur Pangiwan, betapa
mahadasyatnya kekuatan yang akan didapat orang yang benar-benar berada di jalan
ini. Lihat saja, beberapa kalimat dari manggala teks (bait doa awal pada teks
Pangiwan) selalu menyerukan bahwa jalan ini adalah jalan Wekasing Uttama
(Tujuan yang Utama). Siapapun yang mendalami laku ini, maka semua makhluk dan
entitas akan tunduk dan “asih”. Bahkan para Dewa pun akan memberikan kasih
sayang dan anugerah apapun kepada mereka yang benar-benar berada di jalan ini.
Tidak saja para Dewa, bahkan para Bhuta pun akan menunduk di bawah telapak kaki
orang-orang yang belajar Pangiwan.
Kekuatan agar semua tertunduk, mengasihi dan
memberikan anugerah inilah yang dicari oleh orang kebanyakan. Konon raja-raja
Nusantarapun melakukan praktik Tantra kiri dalam mereka melanggengkan
kekuasaannya. Tetapi, semuanya menjadi terjebak oleh pemanfaatan daya-daya
sakti siddhi tersebut. Hal inilah yang kemudian sangat memungkinkan bahwa Jalan
Pangiwan sengaja dirahasiakan dan disembunyikan melalui pensesatan yang
terstruktur oleh para guru waskita Tantra yang sudah mengetahui bahaya dari
jalan ini. Padahal, jalan ini adalah jalan kelepasan dan pembebasan diri ketika
orang yang menekuni mampu melampaui keterikatan diri terhadap daya-daya
sakti-siddhi (gaib).
Jelas disebutkan bahwa jalan Pangiwan adalah cara
“Mayoga” di mana ada teknik-teknik khusus agar seseorang mampu melakukan
kendali atas daya-daya gaib. Seperti dalam kutipan teks Pangiwan (koleksi
pribadi) disebutkan “Mayoga pwa sira marep purwa, angeka citta, mamati bayu,
masadhana suci laksana, anunggalang jnana, ngelebur sabda-bayu mwang idep lan amati-mati
trigunas.” Jelas disana disebutkan jalan Pangiwan adalah jalan Yoga, melakukan
kendali terhadap citta/pikiran, mematikan reaksi dari pikiran, menyatukan
pengetahuan, melebur ucapan, tindakan dan pikiran serta mematikan Triguna dalam
indria, dan masih banyak lagi laku Yoga serta laku membathinkan diri melalui
ritual tubuh, mengkorelasikan aksara dalam diri dengan aksara di Bhuwana Agung.
Saya merasa jawaban dari segala persoalan kehidupan
selama ini yang dihadapi dunia ada pada jalan ini. Krisis multidimensional di
berbagai belahan bumi akan ditemukan solusinya pada jalan kiri ini yang sudah
teruji membawa perdaban Nusantara pada puncak kemegahannya, dan secara spirit
masih terpancar kuat di bumi Nusantara.
“Tanpasirna tanpailang kertaning bumi ing Nusantara.”
#rahayu
“Tanpasirna tanpailang kertaning bumi ing Nusantara.”
#rahayu
* penulis Buku Tattwa
Dosen IHDN Denpasar
Dosen IHDN Denpasar
No comments:
Post a Comment