Pengorbanan seperti lilin jarang ditemui diera sekarang, maklum saja orang enggan mengkorbankakn jiwa dan raga demi kebelangsungan yang lainya. filosofi sebuah lilin terlalu naif untuk dibilang toh itu ada sebatas omongan sebagai penarik simpatisan. Mustahil. Pemahaman dangkal pemicu sebagian besar orang meresapi lilin filosofi hidup sia-sia menerangi orang lain d...alam keheningan kegelapan sementara dirinya hancur meleleh bersama semesta. Statement jangan hidup seperti lilin banyak orang nilai perpsektif berbeda, keleidoskop jaman kolonialsme memang filosofi lilin jadi spirit perjuangan membakar semangat rakyat Indonesia menentang kebijakan ketidakadilan terhadap rakyat. Perkembangan jaman filosofi lilin semakin luntur bahkan nyaris tidak ada sema sekali, jangankan berkorban orang lainya dalam benaknya mencari keuntungan diatas penderitaan orangl lainya. sungguh miris pendahulu kita menangis melihat perjuangan yang telah dikorbankan tidak dilanjutkan. Sirik, dengki, angkuh, loba rasa bersyukur yang telah didapat tidak ada dalam kamusnya.
Rasa syukur sesuatu bentuk terima kasih atas pencapian yang telah didapat, yang namanya manusia tetap saja tidak puas akan pencapian yang telah diraih. Lelehan lilin sebetulnya simbolisisasi penyatuan diri dengan cahaya dikeluarkan dari api yang mebakar dirinya sendiri "Astangga Yoga". Pada hakekatnya simbolisasi penyatuan jatidiri dengan cahaya merupakan puncak dari suatu hikmat pengorbanan yang tulus tanpa embel-embel hasil yang didapat " pamrih ". Hal yang nyeleneh jika seseorang melakukan hal ini dimasyarakat dijamin dibilang boduh "gila" hanya mereka yang ingin berkorban secara tulus dan iklas seperti nyala lilin akan berhasil mencapai puncak kesadaran, pencerahan suatu konsepsi kesadaran yang dibutuhkan sebagai tiket menuju puncak kebahagiaan yang dicita-citakan oleh semua umat manusia di dunia "moksa". Manusia tidak lagi berjiwa sosial jiwanya terkontaminasi kongsi dengan raksasa " manut tekening sesana " keinginan menjajah pikiran mereka mentelantarkan hati, terkadang apa yang diomongkan terjadi pertempuran hebat dengan hati. Kesadaran seperti inilah kondisi manusia yang tercerahkan dan mampu mencerahkan kehidupan. Pemimpin yang adil dan merata untuk rakyatnya yang taat akan hukum, tidak korupsi ,maupun tidak berkongsi dengan mafia, sebagai ayah yang bijak dan ibu penuh kelembutan cinta kasih bagi rakyatnya. Revolusi mental mampu memberikan pandangan selalu hormat baik kepada gurunya, orang tua begitu juga antara murid dengan gurunya dan seterusnya. Cahaya lilin adalah pelajaran hidup atau guru kehidupan menerangi keheningan kegelapan dan berkorban tulus dan iklas.
Sesuatu yang sederhana tapi mampu memberikan cahanya kehidupan perlu disikapi bahwa ia akan mampu menyinari ketika kegelapan menyinggapi sekitarnya. Terbakar, meleleh, habis kemampuan terbatas tersebut jika lilin menyala banyak maka daratan akan berpijar menembus cakrawala. Memang diakui menjadi lilin bukan pilihan yang menyenangkan dan jumawa setidaknya pilihan yang gagah menerangi dan mencoba sebekas cahaya menerangi meski cahaya itu menghancurkan dan jadi korban dengan begitu lilin itu sangat berarti. Kembali kemampuan manusia masih kekurangan "masusia biasa" yang tidak luput dari kesalahan spirit lilin mampu memberikan pencerahan menapak kehidupan yang fana penuh intrik. Satu orang mungkin mampu mengubah lingkungan tertentu, ada gerakan vibrasi mengikuti perbaikan kearah yang lebih baik. Memberikan pemahaman kepada mereka tidak gagal paham mentransformasi diri mengarami samudra kehidupan, rela menanggung sakit, berjuang sampai titik nadi penghabisan niscaya perbaikan menjadi nyata.
Kegelisahan fenomena yang terjadi akhir-akhir ini Perupa sekaligus penyair I Putu Bonuz Sudiana inspirasi berkreasi melahirkan sebuah karya seni. Cahaya lilin biasanya digunakan penerang saat kegelapan melanda, paling sering kita jumpai saat perayaan ulang tahun atau acara tertentu lainya. Lilin jarang digunakan sebagai media lukis, tapi Putu Bonuz melakukan hal itu. Ide tersebut mengalir deras dalam lubuk imajinasinya. Ide gila dan nyeleneh seorang perupa Putu Bonuz menghadirkan penyegaran berkesenian tidak sebatas stagnan dalam berkarya.
Tidak bisa dibayangkan cahaya lilin bertemu kanvas jemari Putu Bonuz lihai memutar kepulan asap lilin membentuk garis tebal tipis panjang maupun pendek. Imajinasi makin liar dan meledak spirit lilin masuk keraga Putu Bonuz terus bermain asap lilin menghasilkan karya yang mutahir dan spetakuler. Sulit membayangkan jika lukisan terbentuk insah dari sebuah asap lilin, bagitulah adanya.
Manusia sekarang diselimuti kegelapan pada akhirnya buta, gelap pada dirinya sehingga bertindak membabibuta tidak memikirkan dampak yang ditimbulkan. Keangkuhan, ego, yang terpenting untung. Jangankan berkorban sulit kita temui diera sekarang, namun pendahulu kita berkorban demi ibu pertiwi mengorbankan jiwa dan raganya. I Putu Bonuz Sudiana muak melihat kesombongan manusia tingkahnya semakin tidak manusia lagi melainkan lebih rendah dari binatang. Omongan dengan tindakan terkadang bertempur hati nurani berkedok membela kaum tirani. Melalui karya ini membungkam meraka yang mementingkan ego, masih banyak masyarakat yang perlu dibantu. Kejenuhan melawannya hanya satu keluar dari pakem yang selama ini ada. Selain lebih segar dan baru juga mengesankan mewarnai kancah berkesenian. Ciptakan penerangan dalam diri untuk menerangi kehidupan gelap terlepas terbelenggu zona nyaman.
Oleh : Santana Ja Dewa
No comments:
Post a Comment