warga kerauhan ngunying keris pada upacara Mapica Tirta (foto/yanbagi)
Lembongan
mempunyai keanekaraman budaya selain satrian sacral seperti Sang Hyang Gerodok,
Upacara Mapica Tirta salah satu tradisi unik. Upacara tersebut berlangsung , Selasa
(22/12) kemarin.
Upacara
Mapica Tirta dilaksanakan setiap anggara kasih sasih kapitu yang biasanya
bertepatan dengan musim hujan. Pada saat inilah sering timbul berbagai
penyakit. Upacara Mapica adalah suatu jenis upacara yang bermakna untuk memohon
kehadapan Ida Sang Hyang Widhi agar berkenan memberikan keselamatan dan
perlindungan bagi semua warga, dengan simbolis nunas tirta yang dilakukan oleh
masyarakat, bertujuan untuk mengendalikan hama penyakit yang ada pada
masyarakat dan juga pada tanaman sehingga dapat menimbulkan kedamaian,” kata Bendesa
Pakraman Lembongan I Made Sukadana saat
dikomfirmasi via telephone, Rabu (23/12).
Di
Bali istilah untuk jenis-jenis ancaman penyakit yang dapat merusak dan
menghancurkan pada jenis tanaman atau tumbuhan, binatang piaraan ataupun
terhadap manusia sering disebut dengan istilah grubug atau gering atau mrana.
Suatu wilayah jika terjadi suatu musibah terkena penyakit secara masal atau
epidemic, maka daerah tersebut dinyatakan kena grubug, sedangkan bila suatu
wilayah persawahan atau tegalan terkena suatu penyakit, maka wilayah tersebut
dinyatakan terkena mrana. Jadi dengan dasar inilah maka dilakukan Upacara
Mapica Tirta untuk menolak grubug, gering, atau mrana yang terjadi di
masyarakat Desa Pakraman Lembongan, Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung.
Mapica
berasal dari kata paica yang berarti memberikan sesuatu kepada orang lain. Pemberian
yang dimaksud adalah Tirta yang merupakan anugrah dari Ida Shang Hyang Widhi
Wasa. Tirta yang ditunas berasal dari Pura Dalem Ped yang terletak di pulau
Nusa Penida. Dalam buku babad Nusa Penida diceritakan I Gede Mecaling melakukan
tapa brata yoga semadi yang di tujukan kepada Bhatara Ludra. Karena ketekunannya
Bhatra Ludra berkenan turun ke mercepada untuk memberikan panugrahan kepada I
Gede Mecaling. Panugrahan ini diberi nama panugrahan panca taksu yang terdiri
dari: taksu kesaktian, taksu balian, taksu penggeger, taksu penolak grubug, dan
taksu mengadakan kemerapan.
Dari
cerita tersebut proses nunas tirta di Pura Dalem Ped pada pelaksanaan Upacara
Mapica Tirta untuk nunas taksu penolak grubug yang bertujuan untuk menangkal
segala jenis penyakit yang menimpa masyarakat dan tumbuhan.
“
Kepercayaan masyarakat dengan Tirta yang didapat pada pelaksanaan Upacara Mapica
sangat besar. Tirta tersebut dipercaya mempunyai kekuatan sebagai penangkal
grubug, gering dan mrana. Kekuatan Tirta diperoleh dari kekuatan I Gede
Mecaling sebagai penguasa Nusa,” terang Sukadana.
Dalam babad Nusa Penida di jelaskan bahwa kekuatan yang didapat oleh I Gede Mecaling merupakan panugrahan yang berikan oleh Bhatara Ludra berupa panca taksu, salah satunya adalah taksu penangkal penyakit atau penolak grubug. (Buda, 2007:24). Dengan dipercikan Tirta dari Upacara Mapica, dipercaya bisa menjauhkan segala bahaya dan penyakit baik pada manusia maupun tumbuhan.
Tradisi Ngunying pada pelaksanaan Upacara Mapica Tirta adalah sebagai simbol rasa sradha bhakti kehadapan Ida Shang Widhi Wasa, pada saat nunas panugrahan berupa tirta untuk menangkal segala macam bahaya, penyakit, grubug dan merana yang terjadi di masyarakat.
Oleh
: Santana Ja Dewa & Wayan Bagiayasa
No comments:
Post a Comment